Home » » Sertifikasi Guru; Apa dan Bagimana

Sertifikasi Guru; Apa dan Bagimana

Written By Unknown on Selasa, 15 Juli 2014 | 21.13

Sertifikasi Guru; Apa dan Bagimana
(Suatu Sosialisasi Bagi Calon Peserta Sertifikasi Guru)

oleh
Azwardi, S.Pd., M.Hum.
(Dosen FKIP Unsyiah)


Peserta PPG di Unsyiah
Apa Dasar Kebijakannya
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, antara lain, tercantum pernyataan sebagai berikut: (1) setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu (BAB IV Pasal 5 Ayat 1), (2) pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembela
jaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi (BAB XI Pasal 39 Ayat 2), (3) pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai (BAB XI Pasal 40 Ayat 1), (4) pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar (BAB XI Pasal 42 Ayat 1), dan (5) sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi (BAB XI Pasal 43 Ayat 2).

Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan yang bermutu hanya mungkin diperoleh dari sebuah proses yang bermutu. Proses yang bermutu, antara lain, terkait dengan kualitas pendidik (guru). Guru yang bermutu, antara lain, juga terkait dengan tingkat kesejahteraan yang diterima sebagai kompensasi dari pengabdian yang diberikannya sebagai pendidik. Jika selama ini mutu pendidikan di Indonesia dinyatakan rendah, alasannya selalu dikaitkan dengan tingkat kesejahteraan pendidik yang sangat kurang. Dengan perkataan lain, siswa tidak berprestasi karena gurunya tak berkualitas; guru takberkualitas karena kesejahteraannya sangat terbatas. Inilah masalah klasik yang selalu tercuat jika mempersoalkan kualitas pendidikan kita. 

Untuk merespon masalah ini akhir-akhir ini alokasi APBN 20% untuk sektor pendidikan terus diwacanakan. Prioritas anggaran untuk peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru menjadi program primadona pemerintah. Apa benar jika kesejahteraan guru meningkat, kompetensinya juga meningkat; apa betul guru bersetifikat adalah guru yang berkualitas? Kita lihat saja nanti. 

Kapan Pelaksanaannya dan Siapa Pelaksananya
Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik. Sehubungan dengan hal tersebut, melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan diatur pelaksanaan uji kompetensi guru. Uji kompetensi tersebut dilakukan melalui penilaian portofolio untuk memperoleh sertifikat pendidik.

Dokumen portofolio adalah bukti fisik yang menggambarkan pengalaman berkarya/prestasi yang dicapai dalam menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu tertentu. Dokumen tersebut terkait dengan unsur pengalaman, karya, dan prestasi selama guru bersangkutan menjalankan agen pembelajaran (kompetensi, kepribadian, pedagogik, profesional, dan sosial).

Untuk merealisasikan amanat UU, PP, dan Permendiknas, sebagaimana telah disebutkan di atas, mulai tahun 2007 (kuota 2006) pemerintah telah menyelenggarakan sertifikasi guru dalam jabatan. Pelaksana proses sertifikasi adalah LPTK yang terdapat di masing-masing rayon. LPTK FKIP Unsyiah bermitra dengan LPTK FKIP Universitas Al Muslem dan Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry ditetapkan sebagai pelaksana sertifikasi guru rayon 1 (Nanggroe Aceh Darussalam [NAD]). 

Dasar hukum pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan adalah SK Menteri Pendidikan Nasional Nomor 057.2007.13 Juli 2007. Anggarannya bersumber dari APBN. Untuk NAD, sampai dengan 2014 jumlah guru yang akan disertifikasi lebih kurang 68.000 orang.

Bagaimana Mekanismenya
Untuk kelancaran proses sertifikasi guru Depdiknas, melalui Direktorat Ketenagaan, Direktorat Jenderal  Pendidikan Tinggi telah mengeluarkan tiga buku, yaitu panduan penyusunan portofolio, instrumen portofolio, dan rubrik penilaian portofolio.

Guru yang akan disertifikasi terlebih dahulu telah dikeluarkan nomor kuotanya oleh Depdiknas atas usulan Dinas Pendidikan. Kemudian, guru yang telah memperoleh kuota, melalui Dinas Pendidikan/Kandepag Kabupaten/Kota, mengirimkan dokumen portofolio kepada LPTK pelaksana. Selanjutnya, dokumen portofolio tersebut dinilai secara intensif dan independen oleh 105 orang asesor (tim penilai portofolio) yang ‘dikarantina’ secara khusus pada tempat dan waktu yang telah ditentukan.

Berdasarkan Permen Nomor 18 Tahun 2007, substansi portofolio yang dinilai terdiri atas 10 komponen yang diklasifikasikan atas 3 unsur, yaitu unsur A, B, dan C. Unsur A terdiri atas 3 komponen, yaitu (1) kualifikasi akademik, (2) pengalaman mengajar, dan (3) perencanaan pelaksanaan pembelajaran. Unsur B terdiri atas 4 komponen, yaitu (1) pendidikan dan pelatihan, (2) penilaian dari atasan dan pengawas, (3) prestasi akademik, dan (4) karya pengembangan profesi. Unsur C terdiri atas 3 komponen, yaitu (1) keikutsertaan dalam forum ilmiah, (2) pengalaman organisasi di bidang pendidikan dan sosial, dan (3) pengalaman yang relevan dengan bidang pendidikan.

Untuk dapat dinyatakan lulus sertifikasi dibutuhkan akumulasi nilai minimal 850 dan maksimal 1.500 untuk tiga macam unsur. Ketentuan nilai adalah sebagai berikut. Unsur A minimal 300, unsur B 1 s.d. 1.100, dan unsur C maksimal 100. Semua unsur tidak boleh 0. Hasil penilaian merekomendasikan tiga hal, yaitu sebagai berikut: (1) skor 850 s.d. 1.500 lulus (L), skor sampai dengan 840 melengkapi portofolio (MPF), dan skor dibawah 840 gagal/diklat profesi guru (DPG).

Bagi yang dinyatakan L segera dilaporkan ke Jakarta (Depdiknas) untuk dikeluarkan nomor seri sertifikatnya dan pencairan tunjangan profesi. Sertifikat pendidik dikeluarkan oleh Rektor Universitas Syiah Kuala sebagai legitimasi bahwa mereka telah dinyatakan sebagai guru profesional pada jenjang pendidikan tertentu.

Guru yang telah dinyatakan lulus sertifikasi untuk kuota 2006, terhitung mulai tanggal 01-10-2007 telah berhak menerima tunjangan profesinya. Sementara itu, bagi yang MPF diberi waktu 2 minggu untuk melengkapi portofolio, dan bagi yang DPG diwajibkan mengikuti diklat profesi guru selama 6 hari. Pelatihan, praktik mengajar, dan uji kompetensi merupakan rangkaian kegiatan diklat.

Apa Permasalahannya
Mulai September 2007 melalui asesor (tim penilai dokumen portofolio) yang telah ditetapkan telah melakukan pemeriksaan atas lebih kurang 346 dokumen portofolio guru kuota 2006 untuk berbagai jenjang pendidikan. Hasilnya telah diumumkan pada Oktober 2007. Hanya 170 berkas (49,13%) yang dinyatakan lulus dan 176 berkas (50,87%) gagal/harus mengikuti diklat profesi guru, padahal, umumnya mereka adalah guru senior yang bermasa kerja tinggi. Sekarang para asesor sedang ’berjibaku’ menilai dokumen portofolio guru kuota 2007.

Besarnya persentase ketidaklulusan tentunya ada masalah dengan dokumen portofolio yang diajukan guru. Bagi guru, meskipun sudah ada pedoman baku dalam penyusunan dokumen portofolio, tetap saja terdapat hal yang tidak sesuai dengan pedoman tersebut. Melalui tim devisi pendataan saya merekam secara berulang-ulang beberapa masalah yang terdapat dalam hasil penilaian dokumen portofolio guru. Semoga informasi ini menjadi masukan bagi guru yang sedang dan akan mempersiapkan dokumen portofolionya. Masalah-masalah tersebut, antara lain, adalah sebagai berikut: (1) terdapat unsur yang bernilai 0, (2) unsur A yang tidak mencapai minimal 300, (3) unsur B, khususnya komponen karya pengembangan profesi sangat kurang pada umumnya, (3) cukup banyak sertifikat yang tidak sesuai dengan bidang atau prefesi yang bersangkutan, bahkan, tidak sedikit sertifikat/piagam tersebut disinyalir palsu, (4) masa kerja rendah, (5) minimnya skor unsur B, (6) RPP yang disinyalir bukan karya sendiri, (7) administrasi yang rumpang/lembar identitas tidak diisi secara lengkap, (8) sistematika susunan dokumen yang tidak sistematis, dan (8) tentunya (disinyalir kuat) masalah ini timbul akibat dari kurangnya sosialisasi dari pihak terkait (Dinas Pendidikan/Kanwil Depag dan Dinas Pendidikan/Kandepag Kabupaten/Kota).

Berkaitan dengan hal tersebut, berdasarkan informasi yang saya peroleh dari banyak guru, mereka sangat kesal atas sikap tidak proaktifnya dinas terkait dalam melakukan sosialisasi/pembimbingan terhadap guru calon peserta sertifikasi. Jangankan di daerah/daerah terpencil, guru yang berada di Darussalam, Banda Aceh pun ternyata tidak tahu apa-apa tentang substansi program sertifikasi guru yang sedang digulirkan pemerintah ini.

Semestinya pihak terkait melakukan sosialisasi secara intensif kepada guru-guru di jajarannya. Lebih dari itu, tidak ada salahnya, secara priodik, pihak dinas melakukan semacam workhop penyusunan dokumen portofolio, khususnya bagi guru yang telah memperoleh nomor kuota (sebagaimana workshop penyusunan proposal berbagai program grant oleh kepala sekolah yang biasa dilakukan pihak Dinas Pendidikan).

’Enggannya’ pihak dinas mempedulikan hal ini disinyalir kuat bahwa secara langsung pihak dinas memperoleh ’fie’ dari ’proyek’ sertifikasi guru ini. Jika sinyalemen ini benar adanya, kita juga sangat menyesali sikap tak terpuji tersebut. Bukankah hal tersebut bagian dari bentuk tanggung jawab moral dalam wujud perhatian dinas yang peduli (care) atas kesejahteraan gurunya. Sebuah pesan moral, tanyakan, apa yang dapat kita berikan untuk menyejahterakan guru, bukan apa yang dapat guru berikan untuk menyejahterakan kita.

Bagaimana Solusinya
Solusi atas persoalan tersebut, antara lain, adalah sebagai berikut: (1) jauh-jauh hari calon guru yang akan disertifikasi mempelajari dan memahami secara benar buku pedoman yang telah dikeluarkan, (2) menghitung sendiri terlebih dahulu skor nilai yang sudah terkumpul, (3) mempersiapkan bukti-bukti fisik yang otentik/asli, khususnya karya ilmiah, RPP, dan sertifikat/piagam, (4) administrasi yang lengkap, dan (5) adanya sosialisasi yang serius dari pihak terkait. Jika hal tersebut telah dilakukan, insyaallah dokumen portofolio guru akan memperoleh nilai lulus. Mari berkontribusi untuk guru kita, untuk pendidik kita, demi pendidikan kita. Semoga. Brovo guru kita. 
Share this article :

Posting Komentar

Facebook
 

Bahasa Terstruktur Cermin Pikiran Teratur