Di Sini Aku Terlalu Sering Bermimpi Buruk
Catatan Kecil untuk Penguasa Baru di Kampus
Jantong Hate Rakyat Aceh
Azwardi
Kata
ahli penafsir mimpi bahwa tafsir makna mimpi sering berlaku sebalikya. Artinya,
barang siapa yang bermimpi telah menjadi orang kaya, berarti kenyataannya dia
sedang dan tetap menjadi orang miskin; barang siapa yang dalam mimpinya telah
menjadi raja, berarti di luar mimpinya dia tetap rakyat jelata. Barang siapa
yang termimpi makan enak, berarti dia tak pernah enak makan; dan sebagainya,
dan seterusnya. Akan tetapi, ada pengecualian, barang siapa yang bermimpi
basah, di luar mimpinya ternyata dia memang benar-benar telah basah.
Mimpi-mimpi
yang selama ini menyusup singgah dalam rebah tidurku selalu membuatku penat; berkeringat
tatkala keluar dari mimpi-mimpi itu. Aku terlalu sering berjibaku dengan
mimpi-mimpiku. Itu artinya, mimpi-mimpi yang menghiasi tidurku didominasi oleh
mimpi-mimpi buruk, mulai dari diterkam harimau liar, dililit ular berbisa,
sampai dengan dikejar-kejar si anjing gila.
Ternyata,
makna mimpi-mimpi yang telah menyelinap bersatu tubuh dalam darah dan jiwaku
itu bermakna seperti pengecualian di atas. Mimpi basah nyata basahnya; mimpi
buruk nyata buruknya. Jadi, bukan kenyataan
tak seindah mimpi yang berlaku bagiku, melainkan kenyataan yang seburuk mimpi.
Syahdan...
Di
suatu pagi, kala aku menjadi mahasiswa di almamaterku, aku bermimpi. Dalam mimpi pagiku itu aku telah menjadi pewaris
tahta kerajaan guruku yang telah menjadi guru yang meu’ap gapu di
ruang-ruang RKU yang tak cukup bangku, lagi tak berlampu, juga tak tersapu. Saat aku terjaga, ternyata aku
benar-benar sedang tersedak kapur dan debu di ruang-ruang RKU tempat guruku
kerap meu’ap gapu itu.
Di
suatu siang, kala aku menjadi asisten guruku tanpa SK dan honor di almamaterku,
aku juga bermimpi. Dalam mimpi
siangku itu aku telah menjadi asisten guruku yang mengabdi sepenuh hari meski
tanpa diberi sedikit khauri. Saat aku terbangun, ternyata aku
benar-benar sedang menjadi asisten guruku yang kerap tampil di depan adik-adik
letingku menggantikan kealpaan guruku; yang kerap menjinjing tas besar berisi
buku dan modul sebagai menu dari silabus; yang kerap menganalisis data dari
proyek-proyek yang menghijaukan mata.
Di
suatu petang, kala aku menjadi asisten diriku dengan SK 80% di almamaterku, juga aku bermimpi. Dalam mimpi petangku
itu aku telah menjadi asisten bagi diriku yang mengabdi sepanjang hari, tambah malam hingga bertemu pagi tanpa diberi
sedikit pun poding. Saat aku tersadar,
ternyata aku benar-benar sedang menjadi asisten bagi diriku yang kerap tampil berdedikasi
setulus hati bagi kejayaan negeriku; yang kerap mengabdi bagi kecerdasan kaum
bangsaku; yang kerap berloyalitas bagi sang penguasa kerajaan almamaterku.
Di
suatu malam, kala aku menjadi guru dengan SK I Love You Full; 100%; di almamaterku, pun aku bermimpi. Dalam mimpi malamku itu aku telah menjadi guru
berlektor kepala (yang berarti satu jenjang lagi aku akan menjadi guru besar;
sang profesor) yang mengabdi sepunuh masa,
tambah emiritus hingga terputus jasad dan jiwa tanpa diberi sedikit kaya.
Saat mataku terbuka, ternyata aku
benar-benar sudah menjadi guru berlektor kepala yang kerap berhareukat untuk kepala; yang sering dicap
hana kepala; yang mada cukup dengan
pahala, hingga selalu sakit kepala.
Syahdan
lagi...
Menjelang fajar pagi tadi,
kala aku sedang sakit kepala, di kamar tidur utama rumah agungku, aku termimpi lagi. Dalam mimpi yang
terakhirku itu terkisahkan, sebagai seorang penyunting pelaksana jurnal ilmiah Langgam Bahasa; satu-satunya jurnal
ilmiah di Unsyiah; universitas “Jantong
Hate-nya Rakyat Aceh” yang tahun ini telah
terusul proses akreditasi (yang lainnya semua sudah out up-date) saya diundang oleh Panitia Penataran-Lokakarya
Nasional Pengelolaan dan Penyuntingan Jurnal Ilmiah untuk mengikuti Penloknas
tersebut pada 22 s.d 25 Juli 2010 di Hotel Kusuma Agrowisata, Malang, Jawa
Timur. Keikutsertaan saya sebagai Penyunting Pelaksana Jurnal Langgam Bahasa PBSI FKIP Unsyiah dalam
kegiatan tersebut sangat urgen mengingat Jurnal Langgam Bahasa PBSI FKIP Unsyiah saat ini sedang dalam proses
penilaian akreditasi di Dikti, Jakarta.
Untuk mengikuti kegiatan yang sangat berarti (bagi Prodi PBSI, bagi
FKIP, dan bagi Unsyiah) tersebut dibutuhkan sedikit dana, yaitu sebagai
berikut:
No.
|
Kebutuhan
|
Jumlah
|
1.
|
Kontribusi Penloknas
|
Rp2.300.000,00
|
2.
|
Transport PP Banda Aceh-Malang
|
Rp5.700.000,00
|
Total
|
Rp8.000.000,00
|
Dana kontribusi Penloknas tersebut
harus ditransfer paling lambat tanggal 16 Juli 2010. Di luar dugaan saya, mulai
dari Biro Rektor, Biro Dekan, sampai dengan Biro Prodi tak ada yang menarik menginvestasikan modalnya di
sektor abstrak yang satu ini. Persetan dengan jurnal...!!! Saat ruhku kembali, tubuhku terhentak gemetar; peluh bercucuran;
mata nanar; pitam. Kucubit kuat kulit pipi kananku. Ternyata aku benar-benar telah
gagal mentransfer uang kontribusi Penloknas yang berakhir hari ini, Jumat 16
Juli 2010. Hanya SMS kesediaannkulah yang telah duluan sampai ke ruang kerja
panitia Penloknas, sementara sang pengirimnya telah terpasung di lumbung agung
tersebab kepicikan, kejumudan, dan kebakhilan sang penguasa agung. Homhai.
Lumbung
Agung, Darussalam, 16 Juli 2010
Posting Komentar