Home » » Bahasa-Bahasa Lain di Aceh

Bahasa-Bahasa Lain di Aceh

Written By Unknown on Rabu, 30 Juli 2014 | 08.45

Pada awal bab ini telah dikemukakan bahwa di samping bahasa Aceh di daerah itu  terdapat pula sembilan bahasa daerah lain. Pada bagian ini secara berturut-turut akan dikemukakan secara garis besar lokasi bahasa-bahasa daerah itu dipakai oleh para penuturnya.

Di sebelah timur provinsi ini, di Kabupaten Aceh Tamiang, terdapat para pemakai  bahasa Tamiang, yang oleh orang Aceh disebut basa Teumieng. Bahasa ini sebenarnya bukan merupakan sebuah bahasa tersendiri di Aceh, melainkan sebuah varian saja dari bahasa Melayu. Percampuran bahasa terjadi sangat tinggi di sini karena kabupaten ini berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Utara sehingga meskipun sebagian masyarakat ada yang bertutur dalam bahasa Aceh, anak-anak mereka biasanya justru tidak mengerti bahasa Aceh karena dalam pergaulan sehari-hari mereka cenderung menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Tamiang itu sendiri pada umumnya digunakan di beberapa kecamatan, seperti Bendahara, Keujruen Muda, Karang Baru, Seruway, dan Tamiang Hulu.

Di wilayah tenggara Aceh, di Kabupaten Aceh Tenggara, terdapat bahasa Alas. Bahasa ini memiliki kekerabatan yang tinggi dengan bahasa Karo di Sumatera Utara sehingga orang Alas dapat memahami dengan baik bahasa Karo sebagaimana pula orang Karo dapat memahami dengan baik bahasa Alas. Di samping bahasa Alas, di beberapa tempat di daerah ini juga digunakan bahasa Gayo, yang sebenarnya adalah sebuah bahasa daerah yang pada umumnya dipakai masyarakat di Kabupaten Aceh Tengah, Gayo Lues, dan Bener Meriah. Adanya para penutur dari kedua bahasa daerah itu di wilayah tadi tidaklah mengherankan benar karena baik suku Gayo maupun suku Alas bertempat tinggal di wilayah pegunungan yang sama. Orang Gayo berada di pusat pegunungan, sedangkan orang Alas berada di selatannya.

Di daerah pantai barat Aceh, mulai dari Kabupaten Aceh Barat, Aceh Barat Daya dan terus ke selatannya sampai ke Kabupaten Aceh Selatan, terdapat bahasa Jamèe. Batas wilayah pemakaian bahasa ini di ketiga kabupaten tadi agak sedikit bercampur baur  meskipun dapat dikatakan bahwa dari ketiga kabupaten tadi, penutur bahasa Jamèe pada umumnya ada di wilayah Aceh Selatan, terutama di ibu kota kabupaten tersebut serta sebagian lagi di beberapa kecamatan seperti Labuhan Haji, Sama Dua, dan Sawang. Di ketiga kecamatan yang disebutkan ini di samping bahasa Jamèe digunakan pula bahasa Aceh. Di Kabupaten Aceh Barat Daya bahasa Jamèe terutama digunakan di Kecamatan Susoh serta sebagian lagi di Kecamatan Manggeng, yang bercampur antara bahasa Jamèe dan bahasa Aceh. Di Aceh Barat meskipun lebih umum digunakan bahasa Aceh, bahasa Jamèe dipakai pula oleh penutur terutama di Kecamatan Kaway XVI serta sebagian Kecamatan Johan Pahlawan. Pada hakikatnya bahasa Jamèe juga bukan merupakan sebuah bahasa tersendiri di Aceh, melainkan sebuah varian dari bahasa Minang di Provinsi Sumatera Barat. Orang Aceh menyebut bahasa Jamèe dengan nama Aneuk Jamèe untuk menyatakan bahwa mereka adalah ‘tamu’ atau jamèe. Adapun kata aneuk berarti ‘anak, orang’.

Agak ke selatan dari Kabupaten Aceh Selatan terdapat Kecamatan Kluet Utara dan Kecamatan Kluet Selatan. Di kedua kecamatan ini terdapat bahasa lain, yang diberi nama bahasa Kluet. Bahasa ini memiliki kekerabatan yang cukup tinggi dengan bahasa Alas dan bahasa Karo yang telah disebutkan sebelumnya. Para pemakai bahasa Kluet ternyata tidak merata di kedua kecamatan tadi karena di Kluet Utara banyak juga yang menggunakan bahasa Aceh, sementara di Kluet Selatan bahasa Jamèe.

Lebih ke selatan lagi terdapat Kabupaten Singkil. Di wilayah ini dijumpai bahasa Singkil, yang digunakan oleh penuturnya terutama di Kecamatan Simpang Kiri dan Kecamatan Simpang Kanan. Di Kecamatan Simpang Kanan bahasa ini lebih dikenal dengan nama bahasa Boang. Sebutan bahasa Boang juga akrab sampai ke ibu kota kabupaten. Meskipun begitu, beberapa penutur menyebut nama bahasa ini sebagai bahasa Kampong karena bahasa ini mulanya digunakan oleh orang-orang yang berdiam di kampung. Bahasa Boang, dalam kosakatanya, banyak juga yang mirip dengan bahasa Fak-Fak di Sumatera Utara karena batas wilayah pemakaian bahasa Boang secara langsung berhubungan pula dengan batas wilayah pemakaian bahasa Fak-Fak, sebagaimana yang juga terjadi antara bahasa Alas dan bahasa Karo di Kabupaten Aceh Tenggara. Di Kabupaten Singkil di samping bahasa Boang juga banyak digunakan bahasa Jamèe. Di samping itu, di kabupaten ini juga ada penduduk yang menggunakan bahasa Alas, yakni di hulu Sungai Singkil, dan sebagian kecil bahasa Aceh.

Ke seberang lautan dari Kabupaten Singkil terdapat Kecamatan Pulau Banyak. Di kecamatan ini, di Pulau Tuanku, terdapat sebuah bahasa yang diberi nama bahasa Haloban atau bahasa Pulo ‘pulau’. Bahasa ini hanya digunakan di dua desa dari tiga buah desa yang ada di pulau itu, yaitu Desa Haloban dan Desa Asan Tola. Satu desa lagi di ujung Pulau Tuanku, yakni Desa Ujung Sialit, menggunakan bahasa Nias karena pada umumnya di sana tinggal orang-orang Nias yang berasal dari Sumatera Utara. Akan tetapi, di ibu kota kecamatan umumnya penduduk menggunakan bahasa Jamèe dan sebagian kecil lagi bahasa Aceh.  Penutur bahasa Haloban diperkirakan sangat sedikit pada saat ini, yakni di bawah seribu orang, dan sebagian dari mereka adalah orang yang telah tua-tua. Anak-anak muda di sana pada umumnya menggunakan bahasa Jamèe.

Dua buah bahasa lain yang belum disebut-sebut sejak tadi adalah bahasa Devayan dan bahasa Sigulai. Kedua bahasa ini terdapat di Kabupaten Simeulu, di daerah Lautan Hindia dekat Kabupaten Aceh Barat. Bahasa Devayan digunakan di Kecamatan Simeulu Timur, Simeulu Tengah, dan Tepah Selatan, sedangkan bahasa Sigulai di Kecamatan Simeulu Barat dan Salang. Baik bahasa Devayan maupun bahasa Sigulai sering juga disatukan orang dengan nama bahasa Simeulu. Bahasa Haloban yang disebutkan tadi memiliki pertalian yang erat dengan bahasa Simeulu ini dalam hal kosakatanya.  
Share this article :

Posting Komentar

Facebook
 

Bahasa Terstruktur Cermin Pikiran Teratur