Home » » PENGGOLONG BOH DALAM BAHASA ACEH (Sisi Keunikan Bahasa Aceh sebagai Salah Satu Bahasa Austronesia Barat

PENGGOLONG BOH DALAM BAHASA ACEH (Sisi Keunikan Bahasa Aceh sebagai Salah Satu Bahasa Austronesia Barat

Written By Unknown on Selasa, 22 Juli 2014 | 09.33

PENGGOLONG BOH DALAM BAHASA ACEH
(Sisi Keunikan Bahasa Aceh sebagai Salah Satu Bahasa Austronesia Barat)*

 oleh
Azwardi, S.Pd., M.Hum.**





ABSTRAK

Artikel ini mendeskripsikan sejumlah fakta dan data awal yang berhubungan dengan penggolong boh dalam bahasa Aceh (BA). Sumber datanya adalah masyarakat penutur asli BA yang tersebar di beberapa wilayah kabupaten/kota di Aceh. Berdasarkan beberapa data yang teramati dalam konteks pemakaian penggolong boh, terlihat bahwa ada kecenderungan orang Aceh menggunakan penggolong boh untuk  memarkahi suatu benda.  Sebagian besar penggolong yang dugunakan adalah boh, padahal banyak penggolong lain yang tersedia. Deskripsi ini sangat penting bagi ketersediaan data awal bagi sebuah penelitian yang komprehensif berkaitan dengan penggolong dalam BA karena inventarisasi secara spesifik tentang penggolong dalam BA secara menyeluruh belum pernah dilakukan, padahal fenomena tersebut merupakan salah satu kajian linguistik, khususnya morfologi yang perlu ditelaah lebih lanjut.


Kata kunci: penggolong, boh, bahasa Aceh

Pendahuluan
Bahasa-Bahasa Daerah di Aceh
Aceh merupakan salah satu provinsi yang ada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Provinsi ini terletak di ujung utara Pulau Sumatera, yaitu tepatnya pada 2-6˚C Lintang Utara dan 95-98˚C Bujur Timur, dengan luas 55.390 km². Di sebelah utara dan timur, provinsi ini berbatasan dengan Selat Malaka, di sebelah barat dengan Samudra Hindia, dan di sebelah selatan dengan Provinsi Sumatra Utara.
            Provinsi Aceh, dengan ibu kota Banda Aceh, sejak berlakunya otonomi daerah tahun 2000, secara administratif terdiri atas sembilan belas kabupaten, yaitu Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tamiang, Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues, Aceh Barat, Aceh Jaya, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Simeulue, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Subulussalam, dan Aceh Tenggara, dan empat pemerintahan kota, yakni Sabang, Banda Aceh, Lhokseumawe, dan Langsa.
Selain kekayaan alam yang melimpah, Aceh juga memiliki kekayaan bahasa daerah. Bahasa-bahasa daerah tersebut berbeda satu sama lain, khususnya kosakata, sehingga masyarakat pemakainya tidak saling memahami. Sulaiman (1979:15-16) mengatakan bahwa tidak kurang dari sembilan bahasa daerah terdapat di Aceh. Bahasa-bahasa tersebut adalah
(1)   bahasa Gayo;
(2)   bahasa Tamiang;
(3)   bahasa Alas;
(4)   bahasa Jamรจe;
(5)   bahasa Kluet;
(6)   bahasa Singkil;
(7)   bahasa Defayan;
(8)   bahasa Singulai;
(9)   bahasa Aceh.  
 
Bahasa Gayo dipakai oleh penduduk yang berdomisili di wilayah Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Gayo Lues, sebagian Aceh Tenggara, dan Kecamatan Lokop (Kabupaten Aceh Timur). Bahasa Tamiang dipakai oleh penduduk yang berdomisili di wilayah Kabupaten Aceh Tamiang, yang meliputi Kecamatan Bendahara, Kejuruan Muda, Karang Baru, Seruway, dan Tamiang Hulu. Bahasa Alas dipakai oleh penduduk yang berdomisili di wilayah Aceh Tenggara dan di hulu sungai Singkil (Kabupaten Aceh Singkil). Bahasa Jamรจe dipakai oleh penduduk yang berdomisili  di wilayah Kabupaten Aceh Selatan, yang meliputi Kecamatan Labuhan Haji, Samadua, dan Tapak Tuan. Selain itu, bahasa Jamรจe juga dipakai oleh penduduk yang berdomisili di wilayah Kabupaten Aceh Barat, yakni dalam wilayah Kecamatan Kaway XVI, yang meliputi Peunaga Rayeuk, Rantau Panyang, Meureubo, Pasi Meugat, Gunong Klรฉng, dan Padang Seurahรฉt (wilayah Kecamatan Johan Pahlawan), dan Susรดh (wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya). Bahasa Kluet dipakai oleh penduduk yang berdomisili di wilayah Kabupaten Aceh Selatan, yang meliputi Kluet Utara dan Kluet Selatan. Bahasa Singkil dipakai oleh penduduk yang berdomisili di wilayah Kabupaten Aceh Singkil, yang meliputi Kecamatan Simpang Kiri dan Simpang Kanan. Bahasa Defayan dipakai oleh penduduk yang berdomisili di wilayah Kabupaten Simeulue, yang meliputi Kecamatan Simeulue Timur, Simeulue Tengah, dan Teupah Selatan. Bahasa Singulai dipakai oleh penduduk yang berdomisili di wilayah Simeulue, yang meliputi Kecamatan Simeulue Barat dan Kecamatan Salang. BA dipakai oleh penduduk yang berdomisili di wilayah Kota Sabang, Kabupaten Aceh Besar, Kota Banda Aceh, Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Bireuen, Kabupaten Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, Kabupaten Aceh Timur, Kota Langsa, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Aceh Barat Daya, dan Kabupaten Aceh Selatan.
Dapat ditambahkan bahwa bahasa Alas sangat mirip dengan bahasa Karo di Provinsi Sumatera Utara; bahasa Tamiang boleh dikatakan merupakan salah satu ragam dari bahasa Melayu (Malaysia); dan bahasa Jamรจe merupakan suatu dialek dari bahasa Minangkabau di Provinsi Sumatera Barat (Djunaidi 1996:17).
BA merupakan suatu bahasa daerah yang aktif digunakan oleh suku-suku yang berbeda yang berdomisili di wilayah Provinsi Aceh. Penutur bahasa ini diperkirakan berjumlah 4 juta orang dari jumlah penduduk kurang lebih lima juta jiwa. Penelaahan tentang bahasa ini perlu terus dilakukan karena dengan tersedianya deskripsi konkret tentang BA, pengenalan dan pemahaman tehadap bahasa ini semakin baik sehingga pertumbuhan dan perkembangannya akan lebih mudah diikuti. Kecuali itu, ketersediaan deskripsi keilmuan BA secara teoretis juga mempunyai relevansinya dengan pengembangan teori linguistik Indonesia, sebab BA merupakan suatu bahasa daerah yang berada dalam wilayah bahasa Nusantara. Jadi, akan terlihat seberapa jauh bahasa ini berperan sebagai objek penerapan dan penunjang pengembangan teori linguistik Indonesia (Nusantara).

Dialek Bahasa Aceh
Secara teoretis setiap bahasa mempunyai dialek dan subdialek tersendiri serta wilayah pemakaiannya (peta bahasa). BA, misalnya, memiliki empat dialek geografis, yakni dialek Aceh Besar, dialek Pidie, dialek Aceh Utara, dan dialek Aceh Barat (Asyik, 1978:1). Dalam pada itu, hasil-hasil penelitian mutakhir telah merekomendasikan bahwa dialek bahasa Aceh, selain empat dialek yang tersebut di atas, juga terdapat dialek Daya (di Kabupaten Aceh Jaya) dan dialek Selatan (di Kabupaten Aceh Selatan). Jadi, ragam bahasa dapat dibincangkan berdasarkan fungsinya dalam masyarakat yang multibahasa (seperti Aceh).
Sesuai dengan teori kesemestaan bahasa, bahasa-bahasa daerah, misalnya bahasa Aceh, memiliki dialek dan subdialek tersendiri yang antara dialek dan atau subdialek yang lain memiliki ciri pemerlaian (ciri pembeda). Selain itu, setiap bahasa tersebut juga mengalami perkembangan, baik menyangkut dengan sistem bahasanya maupun sebaran wilayah dan jumlah penuturnya. Perkembangan tersebut terjadi secara pesat dalam kurun waktu tertentu sehingga kemungkinan besar telah melampaui batas-batas yang ditetapkan terdahulu.
Sumarsono dan Paina Partana (2002:9-10) mengemukakan bahwa dalam dialektologi (kajian tentang variasi bahasa) dipelajari berbagai dialek dan subdialek dari suatu bahasa yang tersebar di berbagai wilayah. Tujuannya adalah untuk mencari hubungan kekeluargaan di antara dialek-dialek itu. Selain itu, untuk menentukan sejarah perubahan bunyi atau bentuk kata serta maknanya, dari masa ke masa dan dari satu tempat ke tempat lain. Titik berat kajian terletak pada kata. Setelah ditemukan sejumlah kata yang mempunyai berbagai lafal bunyi dan bentuk pada sejumlah dialek di berbagai tempat, baru dibuat semacam peta, yakni peta dialek. Di dalam peta itu tertera garis-garis yang menghubungkan tempat satu ke tempat lain. Garis itu, yang disebut isoglos, menandakan di tempat-tempat yang dihubungkan oleh garis-garis itu ada persamaan bentuk (lafal) bagi sebuah kata tertentu. Misalnya,untuk kata “apa” ada tiga jenis lafal, yakni “[apa], [apo], dan [ape]”. Dapat dikatakanbahwa dialek suatu bahasa adalah salah satu sistem bahasa yang dipergunakan oleh masyarakat untuk membedakannya dari masyarakat lain.


Kedudukan Bahasa Aceh
BA adalah salah satu bahasa daerah di Provinsi Aceh, yang dahulu disebut Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Provinsi ini terletak di ujung utara Pulau Sumatera, Indonesia. BA termasuk ke dalam rumpun bahasa Austronesia Barat dan memiliki hubungan kekerabatan dengan kelompok bahasa Campa di Vietnam Selatan dan Kamboja (Azwardi, 2003).
Di Provinsi Aceh BA memiliki kedudukan terpenting dan terhormat karena, terutama menjadi lambang identitas daerah. Setiap kali orang bercerita tentang bahasa daerah di Aceh, pikiran orang secara otomatis akan tertuju kepada nama BA. Demikian pula, setiap kali orang mendengar ada orang dari Aceh yang sedang berbicara dalam bahasa daerah, secara serta-merta orang itu akan mengatakan bahwa mereka sedang bercakap-cakap dalam BA. Padahal, cerita tentang bahasa daerah di Aceh atau cerita tentang orang yang sedang bercakap-cakap dalam bahasa daerah Aceh belum tentu bahwa yang dimaksudkan itu adalah BA karena di Aceh bahasa daerah tidak hanya merupakan BA. Akan tetapi, karena telah menjadi lambang identitas daerah, BA menjadi lebih dikenal dan memperoleh perlakuan yang lebih istimewa dibandingkan dengan bahasa-bahasa daerah lain yang ada di provinsi itu.
BA adalah bahasa sebagian besar penduduk Aceh. Jumlah penutur bahasa itu mengalahkan jumlah penutur bahasa-bahasa lain di provinsi ini, seperti bahasa Alas, bahasa Gayo, bahasa Tamiang, bahasa Jamรจe, bahasa Devayan, bahasa Sigulai, bahasa Kluet, bahasa Singkil, dan bahasa Haloban. Dapat dikatakan bahwa di semua wilayah di Aceh ada orang-orang yang memakai BA. Bahkan, di beberapa kabupaten dengan jumlah penduduk yang relatif cukup banyak, seperti Aceh Timur, Aceh Utara, Bireuen, Pidie, dan Aceh Besar, BA menjadi bahasa utama penduduk.
Kedudukan BA dikatakan pula istimewa disebabkan oleh upaya pembinaan bahasa tersebut melalui jalur pengajaran dan pemasyarakatan. Dari segi pengajaran, BA telah ditetapkan oleh pemerintah daerah menjadi sebuah mata ajaran muatan lokal yang harus diberikan di seluruh provinsi mulai dari kelas III sekolah dasar sampai dengan siswa menamatkan sekolah lanjutan tingkat pertama. Dari segi pemasyarakatan, sikap positif masyarakat terhadap BA cukup tinggi dengan cara mewujudkan suatu situasi yang kondusif bagi pemakaian bahasa tersebut. Hal itu dapat dilihat dari penggunaan BA di media massa dan media elektronik,  lagu-lagu, spanduk, stiker, nama toko, dan tempat-tempat umum lainnya.
Upaya pengembangan BA melalui penelitian, pembakuan, dan pemeliharaan, yang secara umum melebihi bahasa-bahasa lain di Aceh, semakin memperkokoh kedudukan bahasa tersebut. Penelitian berbagai aspek BA dilakukan tidak semata-mata untuk kepentingan perekaman bahasa, tetapi juga untuk keperluan peningkatan mutu pemakaian bahasa itu. Beberapa pembakuan, seperti membuat pedoman ejaan dan kamus, dilakukan untuk menciptakan komunikasi yang luas dan efektif di kalangan masyarakat pengguna bahasa tersebut. Akhirnya, pemeliharaan BA dilaksanakan pula untuk meningkatkan kemampuan bahasa itu sebagai alat komunikasi etnik dengan mempertimbangkan perkembangan sosiokultural dan konteks sosial, ekonomi, budaya, serta kebijakan politik daerah.     


Keunikan-Keunikan Bahasa Aceh
Dalam teori linguistik umum, antara lain, dinyatakan bahwa setiap bahasa memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain. Apa yang ada dalam suatu bahasa mungkin ada dalam bahasa lain, namum adanya berbeda-beda. Misalnya, setiap bahasa memiliki pronomina persona (kata ganti orang), termasuk BA (BA). Pronomina BA, secara khusus, misalnya, berbeda dengan pronomina bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Dalam bahasa Indonesia, pronomina persona tidak memiliki persesuaian (agreement) seperti yang terdapat dalam BA. Demikian juga dalam bahasa Inggris. Meskipun dikenal adanya agreement, namun agreement tersebut berbeda dengan BA. Kemudian, setiap bahasa memiliki konsep gradasi adjektiva, termasuk BA. Gradasi adjektiva BA, secara khusus, misalnya, berbeda dengan gradasi adjektiva bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Dalam bahasa Indonesia, deret morfologis gradasi adjektiva kata BA lebih panjang daripada bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Uniknya, pada deret terakhir gradasi adjektiva BA didampingi oleh atau dengan sebuah kata (majemuk) yang berupa idiom (ungkapan) atau kata yang secara leksikal tidak ada hubungannya dengan dengan bentuk dasarnya (meuliplip untuk gradasi final manyang, ‘alaihesalam untuk gradasi final bangai, dan tuloe asee untuk gradasi final kh’ieng). Selain itu, pemakaian kosakata tiruan bunyi (onomatopoeia) dan penggolong boh juga menjadi kekhasan tersendiri dalam BA.
Secara teoretis, BA, misalnya, pada tataran fonologi terdapat perbedaan yang mencolok jumlah fonem vokal dibandingkan dengan bahasa Indonesia, bahasa Inggris, atau bahasa daerah lainnya di Nusantara; pada tataran morfologi, antara lain, terdapat perbedaan yang mencolok tentang gradasi atau tingkatan atau nuansa kualitas makna sebuah kata; pada tataran sintaksis terdapat perbedaan yang mencolok tentang ciri predikat verba (yang selalu dilekatkan persesuaian) atau strukturnya yang cederung inversi; Predikat-Subjek (P-S).
Pada kesempatan ini saya bermaksud mengetengahkan keunikan teori BA pada tataran morfologi yang berkaitan dengan  penggolong boh. Adapun fokus kajiannya adalah BA dialek Peusangan (BADP). Manfaat deskripsi awal berkaiatan dengan penggolong BA ini adalah (1) memperkaya khazanah tata BA; (2) memberikan sumbangan bagi pengembangan teori linguistik pada umumnya dan tata BA pada khususnya; (3) menjadi rujukan penelitian secara detail dan penulisan referensi tentang tata BA.

Pemakaian Penggolong Boh dalam Bahasa Aceh
Apakah bahasa dibentuk oleh pengalaman atau bahasa membentuk pengalaman? Pertanyaan tersebut terkait dengan teori pemerolehan bahasa Sapir-Wolf, bahwa kebiasaan berbahasa, dalam tataran tertentu, menentukan cara kita dalam memandang dunia. Berkaiatan dengan ini, dapat ditambahkan bahwa berdasarkan pandangan logika alamiah; mengenai bahasa dan pikiran penutur; pemakaian bahasa hanya dipandang sebagai penyampai apa yang sudah dirumuskan secara nonkebahasaan dalam pikiran. Timbul pertanyaan baru, apakah penutur bahasa berbahasa seperti yang dipikirkan, atau berpikir seperti mereka berbahasa (Cahyono, 2005).
Penggolong benda merupakan pemarkah nomina yang terdapat dalam semua bahasa di dunia. Dalam bahasa Indonesia misalnya, yang termasuk ke dalam tipe penggolong ini, antara lain, butir, batang, helai, carik, dan buah (sebutir telur, sebatang rokok, sehelai kain, secarik kertas, dan sebuah rumah). Demikian juga dalam BA, terdapat tipe penggolong ini, seperti bak, on, droe, krek, neuk, dan boh  (sibak rukok, sidroe ureueng, sikrek kuweh, sineuk pade, dan saboh leumo).
Dari beberapa bentuk penggolong yang terdapat dalam BA, tampaknya boh mendominasi pemakaiannya. Berdasarkan teori linguistik (ilmu bahasa) umum tersebut, “iseng-iseng” mari kita tilik gejala pemakaian kata boh ‘buah’ dalam BA (BA). Secara leksikal, apa arti kata boh. Secara gramatikal dan semantis, masuk ke kelas kata apa boh itu, apa fungsi dan maknanya. Secara sosiolinguistik apa implikasi gejala pemakaian tersebut bagai masyarakat penutur. Akhirnya, secara psikolinguistik, apakah dapat disimpulkan bahwa penggunaan bentuk-bentuk tertentu dalam bahasa mencerminkan karakter masyarakatnya.
Dalam BA, umumnya boh cenderung digunakan sebagai penggolong dan pembilang benda,  nama-nama bagian organ tubuh manusia, dan nama buah-buahan. Berikut disajikan beberapa data dan konteks pemakaian boh dalam BA.

(1) Nama-Nama Penggolong dan Pembilang
Data berkaitan dengan nama-nama penggolong dan pembilang benda yang menggunakan pemarkah boh disajikan dalam tabel berikut.
saboh boh manok
sebutir telur
saboh manok agam
seekor ayam jantan
saboh bak raya
sebatang pohon besar
saboh ikat gule
seikat sayur
saboh aneuk
seorang anak
saboh leumoe agam
seekor lembu/sapi jantan
saboh umpung raya
satu sarang besar
saboh euempang breueh
satu karung beras
saboh gampong
sekampung
saboh rumoh
Serumah
saboh wate
satu waktu
lhe boh gampong
tiga desa
peuet boh nang
empat ekor induk
limong boh watee
lima waktu
nam boh aneuk
enam orang putra/putri

Perhatikan contoh pemakaian nama-nama penggolong dan pembilang benda yang menggunakan pemarkah boh tersebut dalam kontek berikut!

(1)   Saboh       boh   manok geu-plah dua keu     teumon bu-geuh.
satu-buah buah  ayam   2-belah   dua untuk  teman   nasi-2
‘Lauknya sebutir telur dibelah dua.’

(2)   Saboh       kawan ureueng  meu-sidroe    han-jeuet  pakek.
satu-buah  kawan orang     pre-satu-diri  tidak-bisa  pakai
‘Segitu banyak orang, tak satu pun dapat diandalkan.’

(3)   Na  lhe  boh   ule      ureueng meudo’a  malam nyo.
ada tiga buah kepala orang     berdoa     malam ini
‘Ada tiga rombongan yang akan tahlilan malam ini.’

(4)   Peue haba,  trep  that    tanyo hana         meureumpok, padum boh   aneuekmiet ka?
apa   kabar  lama sekali kita    tidak ada bertemu          berapa  buah anak            sudah
‘Apa kabar, lama sekali kita tak jumpa, sudah berapa orang anaknya?’

(5)   Meunyoe siribee jame, sa-boh     leumoe sep.
kalau        seribu  tamu satu buah lembu   cukup
‘Untuk seribu orang tamu, seekor lembu cukup.’
Berkaitan dengan hal tersebut, bandingkan data dalam tiga bahasa berikut!

(6)   Saboh leumo sadup yum ngon saboh honda (Aceh).
      Seekor lembu sama harganya dengan satu unit sepeda motor (Indonesia).
      One head a cow (Inggris)

            Berdasarkan data (1) s.d. (5) terlihat bahwa dalam BA semua nomina penggolongnya dimarkahi dengan boh, padahal jenis bendanya berbeda-beda, yaitu manusia, binatang, dan benda lainnya. Dalam bahasa Indonesia, misalnya, untuk telur digunakan butir sebagai penggolongnya, untuk binatang digunakan ekor sebagai penggolongnya, dan untuk manusia digunakan orang sebagai penggolongnya. Berbeda dengan BA, penggolong yang digunkan untuk semuanya sama, yaitu boh. Di sisi lain, untuk manusia sebenarnya ada penggolong khusus yang digunakan, yaitu droe ‘diri’, namun dalam kenyataan pemakaian bahasa sehari-hari cenderung terganti dengan boh sebagaimana terlihat dalam (2) s.d (4).
Dalam pada itu, berdasarkan data (6) dapat dibandingkan bahwa ketiga bahasa itu memakai penggolong yang berbeda, yaitu boh ‘buah’, ekor ‘buntut’, dan head ‘kepala’. Iseng-iseng dapat dijelaskan bahwa berdasarkan teori komunikasi hewan, karakter atau insting binatang dalam satu spesies di mana pun di muka bumi ini cenderung sama. Lembu tidak marah jika dipegang head-nya, demikian juga ia tidak masalah bila dipegang ekornya. Namun, dia marah dan spontan menunjang kalau dipegang bohnya. Barangkali orang Inggris hanya berani pegang head, sementara orang Indonesia baru berani mengelus ekor, namun orang Aceh langsung meraba boh. Iseng-iseng sementara dapat disimpulkan bahwa orang Aceh lebih berani daripada orang Indonesia dan orang Inggris. Orang Aceh suka yang menantang, tanpa tedeng alengaleng berani pegang boh, meskipun konsekuensinya akan kena tunjang.

(2) Nama-Nama Bagian Organ Tubuh Manusia
Data berkaitan dengan nama-nama bagian organ tubuh manusia yang menggunakan pemarkah boh disajikan dalam tabel berikut.
boh idong
Hidung
boh mieng
Pipi
boh punggong
Bokong
boh sapai
otot lengan
boh soh
kepalan tangan
boh pha
Paha
boh beuteh
Betis
boh alee
kembung air
boh keueh
daging tumbuh
boh takue
otot leher

Perhatikan contoh pemakaian nama-nama bagian organ tubuh manusia yang menggunakan pemarkah boh tersebut dalam kontek berikut!
(7)   Gรถt    that    tincu     boh   idรดng-ih.
bagus sekali runcing buah hidung-2
‘Mancung sekali hidungnya.’
(8)   Gรถt    that    meu-tapรจ ka       boh   mieng-keuh.
bagus sekali pre-tapai  PERF buah pipi-2
‘Tembem sekali pipimu.’
(9)   Gรถt    that    saket  boh   punggong-kuh.
bagus sekali sakit   buah bokong-1
‘Sakit sekali bokongku.’
(10)        Gรถt    that    kreueh boh   sapai-geuh.
     bagus sekali keras    buah lengan-2
    ‘Kencang sekali otot lengannya.’
(11)        Bek     macam-macam ngon    lon,  keunong boh   soh   eunteuk!
Jangan macam-PREP  dengan saya kena        buah tinju nanti
               ‘Jangan macam-macam dengan saya, kena tonjok nanti.’
Berdasarkan data (7) s.d. (11) terlihat bahwa dalam BA untuk memantapkan nama nomina bagian-bagian organ tubuh  juga dimarkahi dengan boh. Benda-benda tersebut ada yang dapat digunakan tanpa pemarkah boh, misalnya, idong atau boh idong ‘hidung’, mieng atau boh mieng ‘pipi’. Akan tetapi,  ada juga yang tidak dapat digunakan tanpa pemarkah boh karena maknanya berbeda, misalnya, soh ‘menonjok’ (verba) berbeda dengan boh soh ‘kepalan tangan’ (nomina) dan sapai ‘lengan’ berbeda dengan boh sapai ‘otot lengan bagian atas’. Berbeda dengan bahasa Indonesia, untuk semua nomina tersebut hanya dapat dikatakan dengan hidung, pipi, kepalan tangan, dan lengan, bukan buah hidung, buah pipi, buah kepalan tangan, dan buah lengan. Dalam bahasa Indonesia mungkin hanya terdapat satu benda organ tubuh yang menggunakan pemarkah buah, yaitu buah dada yang dalam BA tidak menggunakan pemarkah buah untuk nomina tersebut.

(3) Nama Buah-Buahan
Data berkaitan dengan nama  buah-buahan yang menggunakan pemarkah boh disajikan dalam tabel berikut.
hoh mamplam
Mangga
boh limo
Jeruk
boh seuta
Manggis
boh kuyuen
jeruk nipis
boh kruet
jeruk purut
boh pukat
Alpokat
boh tomat
Tomat
boh gantang
Kentang
boh giri
jeruk bali
boh aneuh
nanas

Perhatikan contoh pemakaian nama  buah-buahan yang menggunakan pemarkah boh tersebut dalam kontek berikut!
(12)        Tulong neu-bloe boh    mamplam, boh   limoe, boh   seuta      sikilo  sa-peue!  
tolong  2-beli      buah  mangga      buah limau  buah manggis sekilo satu-apa
    ‘Tolong beli mangga, jeruk, dan manggis masing-masing sekilo.’
(13)        Boh  tomat, boh   gantang, boh   pukat le          di       Takengon.  
buah tomat buah kentang buah alpukat banyak PREP takengon 
    ‘Tomat, kentang, dan alpukat banyak terdapat di Takengon.’
(14)        Keu   eungkot suree     sep      ta-boh  boh  kuyuen.  
untuk ikan       tongkol cukup 2-tarok buah jeruk nipis
    ‘Untuk ikan tongkol cukup berikan jeruk nipis.’
(15)        Keu   eungkot yee ta-tamah  boh  kruet.  
untuk ikan       hiu 2-tambah boh jeruk purut.
    ‘Untuk ikan hiu tambahkan jeruk purut.’

Berdasarkan data (12) s.d. (15) terlihat bahwa dalam BA untuk nama  buah-buahan sebagian besar dimarkahi dengan boh. Dalam BA tidak dapat dikatakan, tulong neubloe mamplam, limoe, seuta, gantang sikilo sa-peue atau keu eungkot suree sep taboh  kuyuen, keu eungkot yee tatamah kruet. Sebagian kecil nama buah yang dapat digunakan dengan tanpa pemarkah boh, misalnya pisang ’pisang’, u ‘kelapa’, dan tomat ‘tomat’ sehingga dapat dikatakan, tulong neubloe pisang, u, tomat sikilo sa-peue.

Matrik Pemakaian Penggolong Boh 1: Objek Benda

Objek
Penggolong
BA
BI
binatang
boh
ekor
buah-buahan
boh
buah
sayur-sayuran
krek/bak/boh
on/neuk/ikat
ikat/buah/batang
mimuman
boh
botol
makanan
boh
bungkus
biji-bijian
neuk
biji
manusia
droe/boh
orang
sawah
boh
petak
kebun/tanah
boh
bidang


Matrik Pemakaian Penggolong Boh 2: Takaran

BI
BA
Formulasi
sebuah
*siboh
  saboh
Num.+N (sebagai Penggolong)
sebutir
*saneuk
  sineuk
 *saboh neuk
Num.+N (sebagai Penggolong)
sebiji
*saneuk
  sineuk
 *saboh neuk
Num.+N (sebagai Penggolong)
sebungkus
*sabungkoh
*sibungkoh
  saboh bungkoh
Num.+Peng.+N
sebungkus
*sapatee
*sipatee
  saboh patee
Num.+Peng.+N
satu bundel
*satinjed
*sitinjed
  saboh tinjed
Num.+Peng.+N
sebotol
*sakaca
*sikaca
  saboh kaca
Num.+Peng.+N
setimba
*satima
*sitima
  saboh tima
Num.+Peng.+N
satu drum
*sadrom
*sidrom
  saboh drom
Num.+Peng.+N
satu sumur
*samon
*simon
  saboh mon
Num.+Peng.+N
satu sungai
*sakrueng
*sikrueng
  saboh krueng
Num.+Peng.+N
seikat
*saikat?
  siikat
  saboh ikat
Num.+Peng.+N
sepotong (balok)
*sagreh
  sigreh
  saboh greh
Num.+N (sebagai Penggolong)
Num.+Peng.+N
sebatang (rokok)
*sabak
  sibak
*saboh bak
Num.+Peng.+N
satu batang (pohon)
*sabak
  sibak
  saboh bak
Num.+N (sebagai Penggolong)
Num.+Peng.+N
sebambu
*saare
  siare
 *saboh are
Num.+Peng.+N
semeter
*samete
  simete
 *saboh mete
Num.+N (sebagai Penggolong)
selembar/sehelai/secarik
*saon
  sion
 *saboh on
Num.+N (sebagai Penggolong)
sekaleng
*saplok
*siplok
  saboh plok
Num.+Peng.+N
segenggam
*sareugam
*sireugam
  saboh reugam
Num.+Peng.+N
sekilo
*sakilo
  sikilo
*saboh kilo
Num.+N (sebagai Penggolong)
semasa
*samasa
  simasa?
  saboh masa?
Num.+Adv. (sebagai Penggolong)?
Num.+Peng.+Adv.?
suatu masa
  saboh masa
Num.+Peng.+Adv.?
sehari
*sauroe
  siuroe
*saboh uroe
Num.+Adv. (sebagai Penggolong)
suatu hari
  saboh uroe
Num.+Peng.+Adv.
semalam
*samalam
  simalam
*saboh uroe
Num.+Adv. (sebagai Penggolong)
suatu malam
  saboh malam
Num.+Peng.+Adv.
seminggu
*saminggu
  siminggu
  saboh jum’at
Num.+Adv. (sebagai Penggolong)
Num.+Peng.+Adv.
sebulan
*sabuleuen
  sibuleuen
 *saboh buleue
Num.+Adv. (sebagai Penggolong)

setahun
*sathon
  sithon
 *saboh thon
Num.+Adv. (sebagai Penggolong)

suatu tahun
   saboh thon
Num.+Peng.+Adv.
suatu ketika
  saboh jan
Num.+Peng.+Adv.
sejemput
*sajeumpet
*sijeumpet
  saboh jeumpet
Num.+N (sebagai Penggolong)
segumpal
*sageupai
*sigeupai
  saboh geupai
Num.+N (sebagai Penggolong)
seatut
*saatot
  siatot
  saboh atot
Num.+N (sebagai Penggolong)
Num.+Peng.+N
sejengkal
*sajingkai
  sijingkai
*saboh jingkai
Num.+N (sebagai Penggolong)
setelapak tangan?
*sapaleuet
  sipaleuet
*saboh paleuet
Num.+N (sebagai Penggolong)



sepadi?
*sapade
  sipade
*saboh pade
Num.+N (sebagai Penggolong)
seangin?
*saangen
  siangen
*saboh angen
Num.+N (sebagai Penggolong)
sehasta
*sahah
  sihah
*saboh hah
Num.+N (sebagai Penggolong)
sedepa
*sadeupa
  sideupa
*saboh duepa
Num.+N (sebagai Penggolong)
seperut?
*sapruet
  sipruet
*saboh pruet
Num.+N (sebagai Penggolong)
setumpuk
*satumpok
*situmpok
  saboh tumpok
Num.+Peng.+N
sepiring
*sapingan
*sipingan
  saboh pingan
Num.+Peng.+N
segelas
*saglah
*siglah
  saboh glah
Num.+Peng.+N
satu sendok
*sacamca
*sicamca
  saboh camca
Num.+Peng.+N
sebambu
*saare
  siare
*saboh are
Num.+N (sebagai Penggolong)
satu muk
*samok
  simok
*saboh mok
Num.+Peng.+N
secangkir
*sagayong
*sigayong
  saboh gongay
Num.+Peng.+N
segoni
*saguni
*siguni
  saboh guni
Num.+Peng.+N
sekarung
*saeumpang
*sieuempang
  saboh eumpang
Num.+Peng.+N
sekeranjang
*saraga
*siraga
  saboh raga
Num.+Peng.+N
satu kantong (plastik)
*sakeureutah
*sikeureutah
  saboh keureutah
Num.+Peng.+N
serumah
satu rumah
*sarumoh
*sirumoh
  saboh rumoh
Num.+Peng.+N
sekampung
*sagampong
*sigampong
  saboh gampong
Num.+Peng.+N
sedunia (seluruh)
*sadonya
*sidonya
  saboh donya
Num.+Peng.+N
segerombolan (kawanan)
*sakawan
*sikawan
  saboh kawan
Num.+Peng.+N
sebatang
*sabak
  sibak
Num.+N (sebagai Penggolong)
sepotong
*sarek
  sikrek
*saboh krek
Num.+N (sebagai Penggolong)
satu rupiah (serupiah)
*sarupia
*sirupia
  saboh rupia
Num.+Peng.+N
satu sen (sesen)
*sasen
  sisen
*saboh sen
Num.+N (sebagai Penggolong)
semayam
*samayam
  simayam
*saboh mayam
Num.+N (sebagai Penggolong)
satu gram
*sakram
  sikram
*saboh kram
Num.+N (sebagai Penggolong)
secuil
*sageutue
  sigeutue
*saboh geutue
Num.+N (sebagai Penggolong)
satu pohon
saboh bak
Num.+Peng.+N
seibu
*sama
*sima
  saboh ma
Num.+Peng.+N
seayah
*sayah
*siyah
  saboh yah
Num.+Peng.+N
sekakek
*sanek
*sinek
  saboh nek
Num.+Peng.+N
seribu
*saribee
  siribee
 *saboh ribee
Num.+N? (sebagai Penggolong)
sejam
*sajeuem
  sijeuem
*saboh jeuem
Num.+N (sebagai Penggolong)
sebutir
*saneuk
  sineuk
 *saboh neuk
Num.+N (sebagai Penggolong)
sebiji
*saneuk
  sineuk
*saboh neuk
Num.+N (sebagai Penggolong)
segenggam
*sareugam
*sireugam
  saboh reugam
Num.+Peng.+N
sekilo
*sakilo
  sikilo
*saboh kilo
Num.+N (sebagai Penggolong)
satu sekolah (sama-sama satu sekolah)

*sasikula
  sisikula
  saboh sikula
Num.+Peng.+N
sekantor

*sakanto
  sikanto
  saboh kanto
Num.+Peng.+N
satu berdua (satu bagi dua orang)
*sadua
  sidua
  saboh dua
Num.+Peng.+Num.
segerobak
*sageureubak
*sigeureubak
saboh geureubak
Num.+Peng.+N
sebelanga (satu belanga)
*sabeulangong
*sibeulangong
saboh beulangong
Num.+Peng.+N
sesuap
*sa’ap
*si’ap
saboh ‘ap
Num.+Peng.+N
sebantal (tidur)
*sabantai
*sibantai
saboh bantai
Num.+Peng.+N
satu sarang
*saumpung
*siumpung
saboh umpung
Num.+Peng.+N
seorang (satu orang)
*saureueng
*siureueng
  sidro ureueng
*saboh ureueng
Num.+Peng.+N
Seorang diri
*saureueng
*Siureueng
  Sidro
*Saboh ureueng
Num.+N (sebagai Penggolong)

Matrik Pemakaian Penggolong Boh 3: Buah-Buahan

BI
BA
mangga
*mamplam
boh mamplam
nanas
*aneuh
boh aneuh
pisang
pisang
boh pisang
gambas
*pik
boh pik
jeruk
*limoe
boh limoe
alpokat
*pukat
boh pukat
pepaya
*peutek
boh peutek
kelapa
u
boh u
rambutan
*rambot
boh rambot
langsat
*langsat
boh langsat
durian
*drien
boh drien
timun
*timon
boh timon
jeruk bali
*giri
boh giri
jeruk purut
*kruet
boh kruet
jeruk nipis
*kuyuen
boh kuyuen
terong
*trueng
boh trueng
belimbing sayur
*limeng
boh limeng
belimbing
*magoe
boh magoe
kuini
*kuini
boh kuini
jambu
*jambee
boh jambee
nangka
*panah
boh panah
manggis
*seuta
boh seuta
pinang
pineueng
boh pineueng

Penutup
Berdasarkan semua konteks pemakaian di atas, apakah ada kemungkinan simpulan bahwa penggunaan penggolong boh oleh orang Aceh mencerminkan karakter atau tabiat tertentu masyarakatnya dalam implikasi dan konteks yang berbeda. Simpulan di sini barangkali mengarah kepada implikatur-implikatur lain, yaitu gejala pemakaian bahasa yang berkaitan dengan berbagai kesimpulan di luar bahasa, dapat dideskripsikan lebih lanjut dengan melakukan triangulasi data ke dalam masyarakat penutur bahasa tersebut. Hal tersebut perlu diperkuat dengan berbagai teori yang terkait.



                                                       






















DAFTAR PUSTAKA



Asyik, Abdul Gani. 1972. Acehnese Morphology. Malang: FKKS-IK. Malang. “Appendix: Onomatopoetic Word (in chat).”

----------. 1978. Bunyi Bahasa dalam Kata Tiruan Bunyi Bahasa Aceh. Banda Aceh: Fakultas Keguruan.

----------. 1987. A Contextual Grammar of Acehnese Sentences. Dissertation the University of Michigan.

Azwardi. 2003. Reduplikasi Verba Bahasa Aceh. Tesis Unpad.

Cahyono, Bambang Yudi. 1995. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press.

Djunaidi, Abdul. 1992. Morfosintaksis Bahasa Aceh: Analisis Tipologi Sintaksis. Tesis Unpad.
                                    
----------. 1996. Relasi-Relasi Gramatikal dalam Bahasa Aceh: Satu Telaah Berdasarkan Teori Tata Bahasa Relasional. Disetasi Unpad.

Kaswanti Purwo, Bambang (ed). 1989. Serpih-serpih Telaah Pasif Bahasa Indonesia.Yogyakarta: Kanisius.

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.

----------. 2005. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.


Nur, Mhd. 1999. Prefiks Verbal Bahasa Aceh. Tesis Magister Unpad.

Sumarsono & Paina Partana. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sulaiman, Budiman. 1979. Bahasa Aceh. Bireuen: Pustaka Mahmudiah.






*  disampaikan pada Seminar Nasional Ikatan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia (IMABSII)
    Darussalam, 20 Maret 2013
** Dosen Tetap pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unsyiah



Share this article :

Posting Komentar

Facebook
 

Bahasa Terstruktur Cermin Pikiran Teratur