PENGGOLONG BOH DALAM BAHASA ACEH
oleh
ABSTRAK
Artikel ini mendeskripsikan sejumlah fakta dan
data awal yang berhubungan dengan penggolong boh dalam bahasa Aceh (BA). Sumber datanya adalah masyarakat
penutur asli BA yang tersebar di beberapa wilayah kabupaten/kota di Aceh. Berdasarkan
beberapa data yang teramati dalam konteks pemakaian penggolong boh, terlihat bahwa ada kecenderungan
orang Aceh menggunakan penggolong boh
untuk memarkahi suatu benda. Sebagian besar
penggolong yang dugunakan adalah boh,
padahal banyak penggolong lain yang tersedia. Deskripsi ini sangat penting bagi ketersediaan data awal bagi sebuah
penelitian yang komprehensif berkaitan dengan penggolong dalam BA karena
inventarisasi secara spesifik tentang penggolong dalam BA secara menyeluruh
belum pernah dilakukan, padahal fenomena tersebut merupakan salah satu kajian linguistik,
khususnya morfologi yang perlu ditelaah lebih lanjut.
Kata kunci: penggolong, boh, bahasa Aceh
Pendahuluan
Bahasa-Bahasa Daerah di Aceh
Aceh merupakan salah satu provinsi yang ada dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Provinsi ini terletak di ujung utara Pulau Sumatera,
yaitu tepatnya pada 2-6˚C Lintang Utara dan 95-98˚C Bujur Timur, dengan luas
55.390 km². Di sebelah utara dan timur, provinsi ini berbatasan dengan Selat
Malaka, di sebelah barat dengan Samudra Hindia, dan di sebelah selatan dengan
Provinsi Sumatra Utara.
Provinsi Aceh, dengan ibu kota Banda Aceh, sejak
berlakunya otonomi daerah tahun 2000, secara administratif terdiri atas sembilan belas kabupaten,
yaitu Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh
Tamiang, Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues, Aceh Barat, Aceh Jaya, Nagan
Raya, Aceh Barat Daya, Simeulue, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Subulussalam, dan
Aceh Tenggara, dan empat pemerintahan kota, yakni Sabang, Banda Aceh,
Lhokseumawe, dan Langsa.
Selain
kekayaan alam yang melimpah, Aceh juga memiliki kekayaan bahasa daerah.
Bahasa-bahasa daerah tersebut berbeda satu sama lain, khususnya kosakata,
sehingga masyarakat pemakainya tidak saling memahami. Sulaiman (1979:15-16)
mengatakan bahwa tidak kurang dari sembilan bahasa daerah terdapat di Aceh. Bahasa-bahasa tersebut adalah
(1) bahasa Gayo;
(2) bahasa Tamiang;
(3) bahasa Alas;
(4) bahasa Jamรจe;
(5) bahasa Kluet;
(6) bahasa Singkil;
(7) bahasa Defayan;
(8) bahasa Singulai;
(9) bahasa Aceh.
Bahasa
Gayo dipakai oleh penduduk yang berdomisili di wilayah Kabupaten Aceh Tengah,
Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Gayo Lues, sebagian Aceh Tenggara, dan
Kecamatan Lokop (Kabupaten Aceh Timur). Bahasa Tamiang dipakai oleh penduduk
yang berdomisili di wilayah Kabupaten Aceh Tamiang, yang meliputi Kecamatan
Bendahara, Kejuruan Muda, Karang Baru, Seruway, dan Tamiang Hulu. Bahasa Alas
dipakai oleh penduduk yang berdomisili di wilayah Aceh Tenggara dan di hulu
sungai Singkil (Kabupaten Aceh Singkil). Bahasa Jamรจe dipakai oleh penduduk
yang berdomisili di wilayah Kabupaten
Aceh Selatan, yang meliputi Kecamatan Labuhan Haji, Samadua, dan Tapak Tuan.
Selain itu, bahasa Jamรจe juga dipakai oleh penduduk yang berdomisili di wilayah
Kabupaten Aceh Barat, yakni dalam wilayah Kecamatan Kaway XVI, yang meliputi
Peunaga Rayeuk, Rantau Panyang, Meureubo, Pasi Meugat, Gunong Klรฉng, dan Padang
Seurahรฉt (wilayah Kecamatan Johan Pahlawan), dan Susรดh (wilayah Kabupaten Aceh
Barat Daya). Bahasa Kluet dipakai oleh penduduk yang berdomisili di wilayah
Kabupaten Aceh Selatan, yang meliputi Kluet Utara dan Kluet Selatan. Bahasa
Singkil dipakai oleh penduduk yang berdomisili di wilayah Kabupaten Aceh
Singkil, yang meliputi Kecamatan Simpang Kiri dan Simpang Kanan. Bahasa Defayan
dipakai oleh penduduk yang berdomisili di wilayah Kabupaten Simeulue, yang
meliputi Kecamatan Simeulue Timur, Simeulue Tengah, dan Teupah Selatan. Bahasa
Singulai dipakai oleh penduduk yang berdomisili di wilayah Simeulue, yang
meliputi Kecamatan Simeulue Barat dan Kecamatan Salang. BA dipakai oleh penduduk
yang berdomisili di wilayah Kota Sabang, Kabupaten Aceh Besar, Kota Banda Aceh,
Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Bireuen, Kabupaten Aceh Utara,
Kota Lhokseumawe, Kabupaten Aceh Timur, Kota Langsa, Kabupaten Aceh Jaya,
Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Aceh Barat Daya, dan
Kabupaten Aceh Selatan.
Dapat ditambahkan bahwa bahasa
Alas sangat mirip dengan bahasa Karo di Provinsi Sumatera Utara; bahasa Tamiang
boleh dikatakan merupakan salah satu ragam dari bahasa Melayu (Malaysia );
dan bahasa Jamรจe merupakan suatu dialek dari bahasa Minangkabau di Provinsi
Sumatera Barat (Djunaidi 1996:17).
BA merupakan suatu bahasa daerah
yang aktif digunakan oleh suku-suku yang berbeda yang berdomisili di wilayah
Provinsi Aceh.
Penutur bahasa ini diperkirakan berjumlah 4 juta orang dari jumlah penduduk kurang lebih lima juta jiwa. Penelaahan tentang bahasa ini perlu terus
dilakukan karena dengan tersedianya deskripsi konkret
tentang BA, pengenalan dan pemahaman tehadap bahasa ini semakin baik sehingga
pertumbuhan dan perkembangannya akan lebih mudah diikuti. Kecuali itu,
ketersediaan deskripsi keilmuan BA secara teoretis juga mempunyai relevansinya
dengan pengembangan teori linguistik Indonesia , sebab BA merupakan suatu
bahasa daerah yang berada dalam wilayah bahasa Nusantara. Jadi, akan terlihat
seberapa jauh bahasa ini berperan sebagai objek penerapan dan penunjang
pengembangan teori linguistik Indonesia
(Nusantara).
Dialek
Bahasa Aceh
Secara teoretis
setiap bahasa mempunyai dialek dan subdialek tersendiri serta wilayah
pemakaiannya (peta bahasa). BA, misalnya, memiliki empat dialek
geografis, yakni dialek Aceh Besar, dialek Pidie, dialek Aceh Utara, dan dialek
Aceh Barat (Asyik, 1978:1). Dalam
pada itu, hasil-hasil
penelitian mutakhir telah merekomendasikan bahwa dialek bahasa Aceh, selain
empat dialek yang tersebut di atas, juga terdapat dialek Daya (di Kabupaten
Aceh Jaya) dan dialek Selatan (di Kabupaten Aceh Selatan). Jadi, ragam bahasa dapat dibincangkan berdasarkan fungsinya dalam masyarakat yang
multibahasa (seperti Aceh).
Sesuai dengan
teori kesemestaan bahasa, bahasa-bahasa daerah, misalnya bahasa Aceh, memiliki
dialek dan subdialek tersendiri yang antara dialek dan atau subdialek yang lain
memiliki ciri pemerlaian (ciri pembeda). Selain itu, setiap bahasa tersebut
juga mengalami perkembangan, baik menyangkut dengan sistem bahasanya maupun
sebaran wilayah dan jumlah penuturnya. Perkembangan tersebut terjadi secara
pesat dalam kurun waktu tertentu sehingga kemungkinan besar telah melampaui
batas-batas yang ditetapkan terdahulu.
Sumarsono dan
Paina Partana (2002:9-10) mengemukakan bahwa dalam dialektologi (kajian tentang
variasi bahasa) dipelajari berbagai dialek dan subdialek dari suatu bahasa yang
tersebar di berbagai wilayah. Tujuannya adalah untuk mencari hubungan
kekeluargaan di antara dialek-dialek itu. Selain itu, untuk menentukan sejarah
perubahan bunyi atau bentuk kata serta maknanya, dari masa ke masa dan dari
satu tempat ke tempat lain. Titik berat kajian terletak pada kata. Setelah
ditemukan sejumlah kata yang mempunyai berbagai lafal bunyi dan bentuk pada
sejumlah dialek di berbagai tempat, baru dibuat semacam peta, yakni peta
dialek. Di dalam peta itu
tertera garis-garis yang menghubungkan tempat satu ke tempat lain. Garis itu,
yang disebut isoglos, menandakan di
tempat-tempat yang dihubungkan oleh garis-garis itu ada persamaan bentuk
(lafal) bagi sebuah kata tertentu. Misalnya,untuk kata “apa” ada tiga jenis
lafal, yakni “[apa], [apo], dan [ape]”. Dapat dikatakanbahwa dialek suatu
bahasa adalah salah satu sistem bahasa yang dipergunakan oleh masyarakat untuk
membedakannya dari masyarakat lain.
Kedudukan
Bahasa Aceh
BA adalah salah satu bahasa daerah di Provinsi Aceh,
yang dahulu disebut Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Provinsi ini terletak di ujung utara Pulau
Sumatera, Indonesia. BA termasuk ke dalam rumpun bahasa Austronesia Barat dan
memiliki hubungan kekerabatan dengan kelompok bahasa Campa di Vietnam Selatan
dan Kamboja (Azwardi, 2003).
Di Provinsi Aceh BA memiliki kedudukan terpenting
dan terhormat karena, terutama menjadi lambang identitas
daerah. Setiap kali orang bercerita tentang bahasa daerah di Aceh, pikiran
orang secara otomatis akan tertuju kepada nama BA. Demikian pula, setiap kali
orang mendengar ada orang dari Aceh yang sedang berbicara dalam bahasa daerah,
secara serta-merta orang itu akan mengatakan bahwa mereka sedang bercakap-cakap
dalam BA. Padahal, cerita tentang bahasa daerah di Aceh atau cerita tentang
orang yang sedang bercakap-cakap dalam bahasa daerah Aceh belum tentu bahwa
yang dimaksudkan itu adalah BA karena di Aceh bahasa daerah tidak hanya
merupakan BA. Akan tetapi, karena telah menjadi lambang identitas daerah, BA
menjadi lebih dikenal dan memperoleh perlakuan yang lebih istimewa dibandingkan
dengan bahasa-bahasa daerah lain yang ada di provinsi itu.
BA
adalah bahasa sebagian besar penduduk Aceh. Jumlah penutur
bahasa itu mengalahkan jumlah penutur bahasa-bahasa lain di provinsi ini, seperti bahasa Alas, bahasa Gayo, bahasa Tamiang, bahasa Jamรจe, bahasa
Devayan, bahasa Sigulai, bahasa Kluet, bahasa Singkil, dan bahasa Haloban.
Dapat dikatakan bahwa di semua wilayah di Aceh ada orang-orang yang memakai BA.
Bahkan, di beberapa kabupaten dengan jumlah penduduk yang relatif cukup banyak,
seperti Aceh Timur, Aceh Utara, Bireuen, Pidie, dan Aceh Besar, BA menjadi
bahasa utama penduduk.
Kedudukan
BA dikatakan pula istimewa disebabkan oleh upaya pembinaan bahasa tersebut
melalui jalur pengajaran dan pemasyarakatan. Dari segi pengajaran, BA telah ditetapkan
oleh pemerintah daerah menjadi sebuah mata ajaran muatan lokal yang harus
diberikan di seluruh provinsi mulai dari kelas III sekolah dasar sampai dengan
siswa menamatkan sekolah lanjutan tingkat pertama. Dari segi pemasyarakatan,
sikap positif masyarakat terhadap BA cukup tinggi dengan cara mewujudkan suatu
situasi yang kondusif bagi pemakaian bahasa tersebut. Hal itu dapat dilihat
dari penggunaan BA di media massa dan media elektronik, lagu-lagu, spanduk, stiker, nama toko, dan
tempat-tempat umum lainnya.
Upaya
pengembangan BA melalui penelitian, pembakuan, dan pemeliharaan, yang secara
umum melebihi bahasa-bahasa lain di Aceh, semakin memperkokoh kedudukan bahasa
tersebut. Penelitian berbagai aspek BA dilakukan tidak semata-mata untuk
kepentingan perekaman bahasa, tetapi juga untuk keperluan peningkatan mutu
pemakaian bahasa itu. Beberapa pembakuan, seperti membuat pedoman ejaan dan
kamus, dilakukan untuk menciptakan komunikasi yang luas dan efektif di kalangan
masyarakat pengguna bahasa tersebut. Akhirnya, pemeliharaan BA dilaksanakan
pula untuk meningkatkan kemampuan bahasa itu sebagai alat komunikasi etnik
dengan mempertimbangkan perkembangan sosiokultural dan konteks sosial, ekonomi,
budaya, serta kebijakan politik daerah.
Keunikan-Keunikan Bahasa Aceh
Dalam teori linguistik umum,
antara lain, dinyatakan bahwa setiap bahasa memiliki keunikan tersendiri
dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain. Apa
yang ada dalam suatu bahasa mungkin ada dalam bahasa lain, namum adanya
berbeda-beda. Misalnya, setiap bahasa memiliki pronomina persona (kata ganti
orang), termasuk BA (BA). Pronomina BA, secara khusus, misalnya, berbeda dengan
pronomina bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Dalam bahasa Indonesia,
pronomina persona tidak memiliki persesuaian (agreement) seperti yang terdapat dalam BA. Demikian juga dalam
bahasa Inggris. Meskipun dikenal adanya agreement,
namun agreement tersebut berbeda
dengan BA. Kemudian, setiap bahasa memiliki konsep gradasi adjektiva, termasuk
BA. Gradasi adjektiva BA, secara khusus, misalnya, berbeda dengan gradasi
adjektiva bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Dalam bahasa Indonesia, deret morfologis gradasi adjektiva kata BA lebih panjang daripada bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Uniknya, pada deret
terakhir gradasi adjektiva BA didampingi oleh atau dengan sebuah kata (majemuk) yang berupa idiom
(ungkapan) atau kata yang secara leksikal tidak ada hubungannya dengan dengan
bentuk dasarnya (meuliplip untuk
gradasi final manyang, ‘alaihesalam
untuk gradasi final bangai, dan tuloe asee untuk gradasi final kh’ieng). Selain itu, pemakaian kosakata
tiruan bunyi (onomatopoeia) dan penggolong boh
juga menjadi kekhasan tersendiri dalam BA.
Secara
teoretis, BA, misalnya, pada tataran fonologi terdapat perbedaan yang mencolok
jumlah fonem vokal dibandingkan dengan bahasa Indonesia, bahasa Inggris, atau
bahasa daerah lainnya di Nusantara; pada tataran morfologi,
antara lain, terdapat perbedaan yang mencolok tentang gradasi
atau tingkatan atau nuansa kualitas makna sebuah kata;
pada tataran sintaksis terdapat perbedaan yang mencolok tentang ciri predikat
verba (yang selalu dilekatkan persesuaian) atau strukturnya yang
cederung inversi; Predikat-Subjek (P-S).
Pada
kesempatan ini saya bermaksud
mengetengahkan keunikan teori BA pada tataran morfologi yang
berkaitan dengan penggolong boh. Adapun fokus kajiannya adalah BA dialek Peusangan (BADP). Manfaat deskripsi awal berkaiatan dengan penggolong BA ini
adalah (1) memperkaya khazanah tata BA; (2) memberikan sumbangan bagi
pengembangan teori linguistik pada umumnya dan tata BA pada khususnya; (3)
menjadi rujukan penelitian secara
detail dan penulisan referensi tentang tata BA.
Pemakaian Penggolong Boh dalam Bahasa Aceh
Apakah bahasa dibentuk
oleh pengalaman atau bahasa membentuk pengalaman? Pertanyaan tersebut terkait dengan teori
pemerolehan bahasa Sapir-Wolf, bahwa kebiasaan
berbahasa,
dalam tataran tertentu, menentukan cara kita dalam memandang dunia. Berkaiatan dengan ini, dapat ditambahkan bahwa
berdasarkan pandangan logika alamiah; mengenai bahasa dan pikiran penutur; pemakaian bahasa hanya dipandang sebagai penyampai apa yang sudah
dirumuskan secara nonkebahasaan dalam pikiran. Timbul pertanyaan baru, apakah penutur bahasa berbahasa seperti yang dipikirkan, atau berpikir seperti mereka berbahasa (Cahyono, 2005).
Penggolong benda merupakan pemarkah nomina yang
terdapat dalam semua bahasa di dunia. Dalam bahasa Indonesia misalnya, yang
termasuk ke dalam tipe penggolong ini, antara lain, butir, batang, helai, carik, dan
buah (sebutir telur, sebatang rokok, sehelai kain, secarik kertas, dan
sebuah rumah). Demikian juga dalam BA, terdapat tipe penggolong ini, seperti bak, on, droe, krek, neuk, dan boh (sibak
rukok, sidroe ureueng, sikrek kuweh, sineuk pade, dan saboh leumo).
Dari beberapa bentuk penggolong yang terdapat
dalam BA, tampaknya boh mendominasi
pemakaiannya. Berdasarkan teori linguistik (ilmu bahasa) umum tersebut,
“iseng-iseng” mari kita tilik gejala pemakaian kata boh ‘buah’ dalam BA (BA). Secara leksikal, apa arti kata boh. Secara gramatikal dan semantis,
masuk ke kelas kata apa boh itu, apa
fungsi dan maknanya. Secara sosiolinguistik apa implikasi gejala pemakaian
tersebut bagai masyarakat penutur. Akhirnya, secara psikolinguistik, apakah
dapat disimpulkan bahwa penggunaan bentuk-bentuk tertentu dalam bahasa
mencerminkan karakter masyarakatnya.
Dalam BA, umumnya boh cenderung digunakan sebagai penggolong dan pembilang
benda, nama-nama bagian organ tubuh
manusia, dan nama buah-buahan. Berikut disajikan beberapa data dan konteks pemakaian
boh dalam BA.
(1) Nama-Nama Penggolong dan
Pembilang
Data berkaitan dengan nama-nama penggolong dan pembilang benda yang menggunakan
pemarkah boh disajikan dalam tabel berikut.
saboh boh manok
|
sebutir telur
|
saboh manok agam
|
seekor ayam jantan
|
saboh bak raya
|
sebatang pohon besar
|
saboh ikat gule
|
seikat sayur
|
saboh aneuk
|
seorang anak
|
saboh leumoe agam
|
seekor lembu/sapi jantan
|
saboh umpung raya
|
satu sarang besar
|
saboh euempang breueh
|
satu karung beras
|
saboh gampong
|
sekampung
|
saboh rumoh
|
Serumah
|
saboh wate
|
satu waktu
|
lhe boh gampong
|
tiga desa
|
peuet boh nang
|
empat ekor induk
|
limong boh watee
|
lima waktu
|
nam boh aneuk
|
enam orang putra/putri
|
Perhatikan contoh pemakaian nama-nama penggolong
dan pembilang benda yang menggunakan pemarkah boh tersebut dalam kontek berikut!
(1)
Saboh boh
manok geu-plah dua keu teumon
bu-geuh.
satu-buah buah
ayam 2-belah dua
untuk teman nasi-2
‘Lauknya sebutir telur dibelah dua.’
(2)
Saboh
kawan ureueng meu-sidroe han-jeuet
pakek.
satu-buah kawan
orang pre-satu-diri tidak-bisa pakai
‘Segitu banyak orang, tak satu pun dapat
diandalkan.’
(3)
Na lhe boh ule
ureueng meudo’a malam nyo.
ada tiga buah kepala orang berdoa malam ini
‘Ada tiga rombongan
yang akan tahlilan malam ini.’
(4)
Peue haba, trep
that tanyo hana meureumpok, padum boh aneuekmiet ka?
apa
kabar lama sekali kita tidak ada bertemu berapa buah anak sudah
‘Apa kabar, lama sekali kita tak jumpa, sudah
berapa orang anaknya?’
(5)
Meunyoe
siribee jame, sa-boh leumoe sep.
kalau
seribu tamu satu buah lembu cukup
‘Untuk seribu orang tamu, seekor lembu cukup.’
Berkaitan dengan
hal tersebut, bandingkan data dalam tiga bahasa berikut!
(6)
Saboh leumo sadup yum ngon saboh honda (Aceh).
Seekor lembu sama harganya dengan satu unit sepeda motor (Indonesia).
One head a cow (Inggris)
Berdasarkan
data (1) s.d. (5) terlihat bahwa dalam BA semua nomina penggolongnya dimarkahi
dengan boh, padahal jenis bendanya
berbeda-beda, yaitu manusia, binatang, dan benda lainnya. Dalam bahasa
Indonesia, misalnya, untuk telur
digunakan butir sebagai
penggolongnya, untuk binatang
digunakan ekor sebagai penggolongnya,
dan untuk manusia digunakan orang sebagai penggolongnya. Berbeda
dengan BA, penggolong yang digunkan untuk semuanya sama, yaitu boh. Di sisi lain, untuk manusia
sebenarnya ada penggolong khusus yang digunakan, yaitu droe ‘diri’, namun dalam kenyataan pemakaian bahasa sehari-hari
cenderung terganti dengan boh
sebagaimana terlihat dalam (2) s.d (4).
Dalam pada itu, berdasarkan data (6) dapat
dibandingkan bahwa ketiga bahasa itu memakai penggolong yang berbeda, yaitu boh ‘buah’, ekor ‘buntut’, dan head
‘kepala’. Iseng-iseng dapat dijelaskan bahwa berdasarkan teori komunikasi
hewan, karakter atau insting binatang dalam satu spesies di mana pun di muka
bumi ini cenderung sama. Lembu tidak marah jika dipegang head-nya, demikian juga ia tidak masalah bila dipegang ekornya. Namun, dia marah dan spontan
menunjang kalau dipegang bohnya.
Barangkali orang Inggris hanya berani pegang head, sementara orang Indonesia baru berani mengelus ekor, namun orang Aceh langsung meraba boh. Iseng-iseng sementara dapat
disimpulkan bahwa orang Aceh lebih berani daripada orang Indonesia dan orang
Inggris. Orang Aceh suka yang menantang, tanpa tedeng alengaleng berani pegang boh, meskipun konsekuensinya akan kena
tunjang.
(2) Nama-Nama Bagian Organ Tubuh
Manusia
Data berkaitan dengan nama-nama bagian organ tubuh manusia yang menggunakan
pemarkah boh disajikan dalam tabel
berikut.
boh idong
|
Hidung
|
boh mieng
|
Pipi
|
boh punggong
|
Bokong
|
boh sapai
|
otot lengan
|
boh soh
|
kepalan tangan
|
boh pha
|
Paha
|
boh beuteh
|
Betis
|
boh alee
|
kembung air
|
boh keueh
|
daging tumbuh
|
boh takue
|
otot leher
|
Perhatikan contoh pemakaian nama-nama bagian organ
tubuh manusia yang menggunakan pemarkah boh
tersebut dalam kontek berikut!
(7)
Gรถt that
tincu boh idรดng-ih.
bagus sekali runcing buah hidung-2
‘Mancung sekali hidungnya.’
(8)
Gรถt that
meu-tapรจ ka boh
mieng-keuh.
bagus sekali pre-tapai PERF buah pipi-2
‘Tembem sekali pipimu.’
(9)
Gรถt that
saket boh punggong-kuh.
bagus sekali sakit buah bokong-1
‘Sakit sekali bokongku.’
(10)
Gรถt that
kreueh boh sapai-geuh.
bagus
sekali keras buah lengan-2
‘Kencang
sekali otot lengannya.’
(11)
Bek macam-macam ngon lon,
keunong boh soh eunteuk!
Jangan macam-PREP
dengan saya kena buah tinju
nanti
‘Jangan macam-macam
dengan saya, kena tonjok nanti.’
Berdasarkan data (7) s.d. (11) terlihat bahwa
dalam BA untuk memantapkan nama nomina bagian-bagian organ tubuh juga dimarkahi dengan boh. Benda-benda tersebut ada yang dapat digunakan tanpa pemarkah boh, misalnya, idong atau boh idong
‘hidung’, mieng atau boh mieng ‘pipi’. Akan tetapi, ada juga yang tidak dapat digunakan tanpa
pemarkah boh karena maknanya berbeda,
misalnya, soh ‘menonjok’ (verba)
berbeda dengan boh soh ‘kepalan
tangan’ (nomina) dan sapai ‘lengan’
berbeda dengan boh sapai ‘otot lengan
bagian atas’. Berbeda dengan bahasa Indonesia, untuk semua nomina tersebut
hanya dapat dikatakan dengan hidung,
pipi, kepalan tangan, dan lengan,
bukan buah hidung, buah pipi, buah kepalan tangan, dan buah lengan. Dalam
bahasa Indonesia mungkin hanya terdapat satu benda organ tubuh yang menggunakan
pemarkah buah, yaitu buah dada yang dalam BA tidak
menggunakan pemarkah buah untuk
nomina tersebut.
(3) Nama Buah-Buahan
Data berkaitan dengan nama
buah-buahan yang menggunakan pemarkah boh disajikan dalam tabel berikut.
hoh mamplam
|
Mangga
|
boh limo
|
Jeruk
|
boh seuta
|
Manggis
|
boh kuyuen
|
jeruk nipis
|
boh kruet
|
jeruk purut
|
boh pukat
|
Alpokat
|
boh tomat
|
Tomat
|
boh gantang
|
Kentang
|
boh giri
|
jeruk bali
|
boh aneuh
|
nanas
|
Perhatikan contoh pemakaian nama buah-buahan yang menggunakan pemarkah boh tersebut dalam kontek berikut!
(12)
Tulong neu-bloe
boh mamplam, boh limoe, boh
seuta sikilo sa-peue!
tolong 2-beli buah mangga
buah limau buah manggis sekilo
satu-apa
‘Tolong
beli mangga, jeruk, dan manggis masing-masing sekilo.’
(13)
Boh tomat, boh
gantang, boh pukat le di Takengon.
buah tomat buah kentang buah alpukat banyak PREP
takengon
‘Tomat,
kentang, dan alpukat banyak terdapat di Takengon.’
(14)
Keu eungkot
suree sep ta-boh boh kuyuen.
untuk ikan tongkol cukup 2-tarok buah jeruk nipis
‘Untuk
ikan tongkol cukup berikan jeruk nipis.’
(15)
Keu eungkot yee ta-tamah boh
kruet.
untuk ikan
hiu 2-tambah boh jeruk purut.
‘Untuk
ikan hiu tambahkan jeruk purut.’
Berdasarkan data
(12) s.d. (15) terlihat bahwa dalam BA untuk nama buah-buahan sebagian besar dimarkahi dengan boh. Dalam BA tidak dapat dikatakan, tulong neubloe mamplam, limoe, seuta, gantang sikilo sa-peue atau keu
eungkot suree sep taboh kuyuen, keu eungkot yee tatamah kruet. Sebagian kecil nama buah yang
dapat digunakan dengan tanpa pemarkah boh,
misalnya pisang ’pisang’, u ‘kelapa’, dan tomat ‘tomat’ sehingga dapat dikatakan, tulong neubloe pisang, u, tomat
sikilo sa-peue.
Matrik Pemakaian Penggolong Boh
1: Objek Benda
Objek
|
Penggolong
|
|
BA
|
BI
|
|
binatang
|
boh
|
ekor
|
buah-buahan
|
boh
|
buah
|
sayur-sayuran
|
krek/bak/boh
on/neuk/ikat
|
ikat/buah/batang
|
mimuman
|
boh
|
botol
|
makanan
|
boh
|
bungkus
|
biji-bijian
|
neuk
|
biji
|
manusia
|
droe/boh
|
orang
|
sawah
|
boh
|
petak
|
kebun/tanah
|
boh
|
bidang
|
Matrik Pemakaian Penggolong Boh
2: Takaran
BI
|
BA
|
Formulasi
|
sebuah
|
*siboh
saboh
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
|
sebutir
|
*saneuk
sineuk
*saboh neuk
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
|
sebiji
|
*saneuk
sineuk
*saboh neuk
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
|
sebungkus
|
*sabungkoh
*sibungkoh
saboh
bungkoh
|
Num.+Peng.+N
|
sebungkus
|
*sapatee
*sipatee
saboh patee
|
Num.+Peng.+N
|
satu bundel
|
*satinjed
*sitinjed
saboh tinjed
|
Num.+Peng.+N
|
sebotol
|
*sakaca
*sikaca
saboh
kaca
|
Num.+Peng.+N
|
setimba
|
*satima
*sitima
saboh tima
|
Num.+Peng.+N
|
satu drum
|
*sadrom
*sidrom
saboh drom
|
Num.+Peng.+N
|
satu sumur
|
*samon
*simon
saboh mon
|
Num.+Peng.+N
|
satu sungai
|
*sakrueng
*sikrueng
saboh krueng
|
Num.+Peng.+N
|
seikat
|
*saikat?
siikat
saboh
ikat
|
Num.+Peng.+N
|
sepotong (balok)
|
*sagreh
sigreh
saboh
greh
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
Num.+Peng.+N
|
sebatang (rokok)
|
*sabak
sibak
*saboh bak
|
Num.+Peng.+N
|
satu batang (pohon)
|
*sabak
sibak
saboh
bak
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
Num.+Peng.+N
|
sebambu
|
*saare
siare
*saboh are
|
Num.+Peng.+N
|
semeter
|
*samete
simete
*saboh mete
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
|
selembar/sehelai/secarik
|
*saon
sion
*saboh on
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
|
sekaleng
|
*saplok
*siplok
saboh plok
|
Num.+Peng.+N
|
segenggam
|
*sareugam
*sireugam
saboh reugam
|
Num.+Peng.+N
|
sekilo
|
*sakilo
sikilo
*saboh kilo
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
|
semasa
|
*samasa
simasa?
saboh masa?
|
Num.+Adv. (sebagai
Penggolong)?
Num.+Peng.+Adv.?
|
suatu masa
|
saboh masa
|
Num.+Peng.+Adv.?
|
sehari
|
*sauroe
siuroe
*saboh uroe
|
Num.+Adv. (sebagai Penggolong)
|
suatu hari
|
saboh uroe
|
Num.+Peng.+Adv.
|
semalam
|
*samalam
simalam
*saboh uroe
|
Num.+Adv. (sebagai
Penggolong)
|
suatu malam
|
saboh malam
|
Num.+Peng.+Adv.
|
seminggu
|
*saminggu
siminggu
saboh jum’at
|
Num.+Adv. (sebagai
Penggolong)
Num.+Peng.+Adv.
|
sebulan
|
*sabuleuen
sibuleuen
*saboh buleue
|
Num.+Adv. (sebagai
Penggolong)
|
setahun
|
*sathon
sithon
*saboh thon
|
Num.+Adv. (sebagai
Penggolong)
|
suatu tahun
|
saboh thon
|
Num.+Peng.+Adv.
|
suatu ketika
|
saboh jan
|
Num.+Peng.+Adv.
|
sejemput
|
*sajeumpet
*sijeumpet
saboh jeumpet
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
|
segumpal
|
*sageupai
*sigeupai
saboh geupai
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
|
seatut
|
*saatot
siatot
saboh atot
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
Num.+Peng.+N
|
sejengkal
|
*sajingkai
sijingkai
*saboh jingkai
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
|
setelapak tangan?
|
*sapaleuet
sipaleuet
*saboh paleuet
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
|
sepadi?
|
*sapade
sipade
*saboh pade
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
|
seangin?
|
*saangen
siangen
*saboh angen
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
|
sehasta
|
*sahah
sihah
*saboh hah
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
|
sedepa
|
*sadeupa
sideupa
*saboh duepa
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
|
seperut?
|
*sapruet
sipruet
*saboh pruet
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
|
setumpuk
|
*satumpok
*situmpok
saboh tumpok
|
Num.+Peng.+N
|
sepiring
|
*sapingan
*sipingan
saboh
pingan
|
Num.+Peng.+N
|
segelas
|
*saglah
*siglah
saboh
glah
|
Num.+Peng.+N
|
satu sendok
|
*sacamca
*sicamca
saboh
camca
|
Num.+Peng.+N
|
sebambu
|
*saare
siare
*saboh are
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
|
satu muk
|
*samok
simok
*saboh mok
|
Num.+Peng.+N
|
secangkir
|
*sagayong
*sigayong
saboh
gongay
|
Num.+Peng.+N
|
segoni
|
*saguni
*siguni
saboh guni
|
Num.+Peng.+N
|
sekarung
|
*saeumpang
*sieuempang
saboh eumpang
|
Num.+Peng.+N
|
sekeranjang
|
*saraga
*siraga
saboh raga
|
Num.+Peng.+N
|
satu kantong (plastik)
|
*sakeureutah
*sikeureutah
saboh keureutah
|
Num.+Peng.+N
|
serumah
satu rumah
|
*sarumoh
*sirumoh
saboh
rumoh
|
Num.+Peng.+N
|
sekampung
|
*sagampong
*sigampong
saboh
gampong
|
Num.+Peng.+N
|
sedunia (seluruh)
|
*sadonya
*sidonya
saboh
donya
|
Num.+Peng.+N
|
segerombolan (kawanan)
|
*sakawan
*sikawan
saboh kawan
|
Num.+Peng.+N
|
sebatang
|
*sabak
sibak
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
|
sepotong
|
*sarek
sikrek
*saboh krek
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
|
satu rupiah (serupiah)
|
*sarupia
*sirupia
saboh rupia
|
Num.+Peng.+N
|
satu sen (sesen)
|
*sasen
sisen
*saboh sen
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
|
semayam
|
*samayam
simayam
*saboh mayam
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
|
satu gram
|
*sakram
sikram
*saboh kram
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
|
secuil
|
*sageutue
sigeutue
*saboh geutue
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
|
satu pohon
|
saboh bak
|
Num.+Peng.+N
|
seibu
|
*sama
*sima
saboh
ma
|
Num.+Peng.+N
|
seayah
|
*sayah
*siyah
saboh
yah
|
Num.+Peng.+N
|
sekakek
|
*sanek
*sinek
saboh
nek
|
Num.+Peng.+N
|
seribu
|
*saribee
siribee
*saboh
ribee
|
Num.+N? (sebagai
Penggolong)
|
sejam
|
*sajeuem
sijeuem
*saboh jeuem
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
|
sebutir
|
*saneuk
sineuk
*saboh
neuk
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
|
sebiji
|
*saneuk
sineuk
*saboh neuk
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
|
segenggam
|
*sareugam
*sireugam
saboh reugam
|
Num.+Peng.+N
|
sekilo
|
*sakilo
sikilo
*saboh kilo
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
|
satu sekolah
(sama-sama satu sekolah)
|
*sasikula
sisikula
saboh
sikula
|
Num.+Peng.+N
|
sekantor
|
*sakanto
sikanto
saboh
kanto
|
Num.+Peng.+N
|
satu berdua (satu bagi
dua orang)
|
*sadua
sidua
saboh
dua
|
Num.+Peng.+Num.
|
segerobak
|
*sageureubak
*sigeureubak
saboh geureubak
|
Num.+Peng.+N
|
sebelanga (satu
belanga)
|
*sabeulangong
*sibeulangong
saboh beulangong
|
Num.+Peng.+N
|
sesuap
|
*sa’ap
*si’ap
saboh ‘ap
|
Num.+Peng.+N
|
sebantal (tidur)
|
*sabantai
*sibantai
saboh bantai
|
Num.+Peng.+N
|
satu sarang
|
*saumpung
*siumpung
saboh umpung
|
Num.+Peng.+N
|
seorang (satu orang)
|
*saureueng
*siureueng
sidro ureueng
*saboh ureueng
|
Num.+Peng.+N
|
Seorang diri
|
*saureueng
*Siureueng
Sidro
*Saboh ureueng
|
Num.+N (sebagai
Penggolong)
|
Matrik Pemakaian Penggolong Boh
3: Buah-Buahan
BI
|
BA
|
mangga
|
*mamplam
boh mamplam
|
nanas
|
*aneuh
boh aneuh
|
pisang
|
pisang
boh pisang
|
gambas
|
*pik
boh pik
|
jeruk
|
*limoe
boh limoe
|
alpokat
|
*pukat
boh pukat
|
pepaya
|
*peutek
boh peutek
|
kelapa
|
u
boh u
|
rambutan
|
*rambot
boh rambot
|
langsat
|
*langsat
boh langsat
|
durian
|
*drien
boh drien
|
timun
|
*timon
boh timon
|
jeruk bali
|
*giri
boh giri
|
jeruk purut
|
*kruet
boh kruet
|
jeruk nipis
|
*kuyuen
boh kuyuen
|
terong
|
*trueng
boh trueng
|
belimbing sayur
|
*limeng
boh limeng
|
belimbing
|
*magoe
boh magoe
|
kuini
|
*kuini
boh kuini
|
jambu
|
*jambee
boh jambee
|
nangka
|
*panah
boh panah
|
manggis
|
*seuta
boh seuta
|
pinang
|
pineueng
boh pineueng
|
Penutup
Berdasarkan semua konteks pemakaian
di atas, apakah ada kemungkinan simpulan bahwa penggunaan penggolong boh oleh orang Aceh mencerminkan
karakter atau tabiat tertentu masyarakatnya dalam implikasi dan konteks yang
berbeda. Simpulan di sini barangkali mengarah kepada implikatur-implikatur
lain, yaitu gejala pemakaian bahasa yang berkaitan dengan berbagai kesimpulan
di luar bahasa, dapat dideskripsikan lebih lanjut dengan melakukan triangulasi
data ke dalam masyarakat penutur bahasa tersebut. Hal tersebut perlu diperkuat
dengan berbagai teori yang terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Asyik, Abdul Gani. 1972. Acehnese Morphology. Malang: FKKS-IK. Malang. “Appendix: Onomatopoetic Word (in chat).”
----------. 1978. Bunyi Bahasa dalam Kata
Tiruan Bunyi Bahasa Aceh. Banda Aceh: Fakultas
Keguruan.
----------. 1987. A Contextual Grammar of
Acehnese Sentences. Dissertation the University of
Michigan.
Azwardi. 2003. Reduplikasi Verba Bahasa Aceh. Tesis Unpad.
Cahyono, Bambang
Yudi. 1995. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa.
Surabaya : Airlangga University Press.
Djunaidi, Abdul. 1992. Morfosintaksis Bahasa Aceh: Analisis Tipologi Sintaksis.
Tesis Unpad.
----------.
1996. Relasi-Relasi Gramatikal dalam
Bahasa Aceh:
Satu Telaah Berdasarkan Teori Tata Bahasa Relasional. Disetasi Unpad.
Kaswanti
Purwo, Bambang (ed). 1989. Serpih-serpih Telaah Pasif Bahasa Indonesia.Yogyakarta:
Kanisius.
Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
----------. 2005. Kelas Kata dalam Bahasa
Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Nur, Mhd.
1999. Prefiks Verbal Bahasa Aceh.
Tesis Magister Unpad.
Sumarsono & Paina Partana. 2002. Sosiolinguistik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sulaiman, Budiman. 1979. Bahasa
Aceh. Bireuen: Pustaka Mahmudiah.
Darussalam, 20 Maret 2013
Posting Komentar